• Hubungi Kami
  • Redaksi
  • Pasang Iklan
Kamis, 30 Juni 2022
pewarta.co
  • HOME
  • Medan
  • Sumut
  • RIAU
  • Aceh
  • Hukum
  • Politik
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Internasional
  • Sport
  • Advertorial
No Result
View All Result
  • HOME
  • Medan
  • Sumut
  • RIAU
  • Aceh
  • Hukum
  • Politik
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Internasional
  • Sport
  • Advertorial
No Result
View All Result
pewarta.co
No Result
View All Result
Home News Nasional

Posisi Penting Indonesia Pada Konflik Global dan Kerentanan Kawasan

by NiahLubis
Jumat, 20 Mei 2022
in Nasional
15
VIEWS
FacebookTwitterWhatsappLineWechat

Khalid Zabidi,
Aktivis 98
Pendiri Independent Society
Ketua Bidang PP JMSI

Bulan Mei adalah bulan penting dalam kalender politik bangsa Indonesia. Pada bulan ini kita merayakan hari kebangkitan nasional sebagai momentum kesadaran kolektif berbangsa, dan hari reformasi 1998 di mana kita meluruskan perjalanan sejarah tidak didasarkan pada sistem otoriter melainkan demokrasi.

bacajuga

No Content Available

Tetapi bulan Mei tahun 2022 ini lain dari bulan Mei tahun sebelumnya. Eskalasi konflik Rusia dan Ukraina meningkat menjadi perang dagang berskala global antara orde politik internasional liberal yang dipimpin Amerika dan Eropa Barat serta orde nasionalis yang berporos pada Rusia, Tiongkok dan Iran. Kubu Amerika menghantam Rusia dengan berbagai sanksi politik dan ekonomi sebagai balasan atas Pemerintah Kremlin yang menginvasi Ukraina dengan dalih demiliterisasi dan denazifikasi.

Kubu Rusia melawan balik dengan mengancam menghentikan pasokan gas ke Eropa Barat terutama Jerman yang bersifat ambivalen di tengah sikap keras Amerika. Rusia berhasil membuat Eropa kebingungan untuk membayar pembelian gas dengan mata uang Rubel alih-alih menggunakan Dolar. Harga migas pun melambung tinggi diikuti harga komoditas pangan global seperti gandum, yang tentu saja berpengaruh pada Indonesia sebagai negara importer komoditas energi dan pangan.

Konflik Rusia-Ukraina yang bereskalasi menjadi perang dagang global berimbas pada stabilitas regional di Asia Pasifik, khususnya dalam hubungan negara-negara yang menjadi mitra dagang Amerika, Rusia dan Tiongkok. ASEAN misalnya, terpecah dalam menyikapi invasi Rusia ke Ukraina di mana Malaysia, Filipina dan Singapura bersikap tegas menolak invasi, sementara Indonesia sebagai pendiri dan negara ASEAN terbesar bersikap ambivalen. Indonesia menyatakan menyesalkan konflik Ukraina, namun tidak secara tegas mengutuk Rusia. Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan G-20 bahkan bersikukuh mengundang Rusia sebagai salah satu anggota tetap yang dianggap penting G20 walaupun Amerika, Inggris dan Kanada mengancam tidak hadir dalam pertemuan tersebut.

Tiongkok sebagai salah satu negara super power dan memiliki hubungan erat dengan Rusia melanjutkan sikap asertifnya dalam isu Laut Cina Selatan (LCS). Sementara negara-negara ASEAN didukung Amerika, Australia dan Jepang mempertahankan kebebasan melintas (freedom of navigation) di LCS, Tiongkok tetap menekan ASEAN untuk mencari jalan tengah tentang klaim ‘Sembilan Garis Putus-putus’ (Nine Dash Line). Tiongkok sendiri meningkatkan latihan militernya di wilayah perairan Taiwan, dan beberapa kali melintasi udara beberapa saat setelah Rusia mengumumkan operasi militernya di Ukraina.

Krisis Kapitalisme dan Demokrasi

Konflik global hari ini sudah diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya. Huntington (1991) meramalkan akan adanya benturan peradaban antara Barat dengan demokrasi liberal dan kapitalismenya melawan yang lain (the West versus the Rest). Dunia setelah runtuhnya Komunisme menjadi unipolar di mana Amerika dan Barat menjadi pemimpinnya, sekarang menjadi multipolar karena banyak kekuatan emerging yang mampu mengimbangi dominasi Barat.

Titik balik perubahan keseimbangan global itu terjadi saat dunia dilanda krisis finansial global tahun 2008. Yang luput dari perhatian publik, krisis tersebut dipicu perang dagang antara blok Amerika melawan Rusia dan Tiongkok. Tiongkok diuntungkan dalam perang dagang tersebut dan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua dengan pertumbuhan dua digit, sementara Rusia terkena hantaman keras. Rusia membalasnya dengan mengambil alih Republik Krimea pada awal tahun 2014 dari Ukraina karena merasa terancam dengan sikap elit politik Ukraina yang hendak menjadi anggota Uni Eropa dan pakta pertahanan NATO.

Peradaban Barat mengalami tantangan paling berat sejak peristiwa tersebut. Sebelumnya menurut Fukuyama (1992), keruntuhan komunisme dipandang sebagai kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal. Namun Fukuyama dalam buku terbarunya ‘Liberalism and Its Discontents’ terbit pada Maret 2022, orde liberal dunia mendapatkan tantangan keras dari segala hal yang merupakan versi ekstrem dari prinsip-prinsipnya sendiri.

Maka kita bisa melihat bagaimana kapitalisme mendapat tantangan dari nasionalisme ekonomi, demokrasi liberal yang elitis menghadapi ancaman populisme. Demi mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok Xi Jinping menggunakan jargon nasionalisme untuk melawan hegemoni Amerika, sembari mengubah konstitusi agar tetap mempertahankan kekuasaan otoriter mereka.

Bahkan Turki yang merupakan anggota NATO dan sekutu Amerika, mengubah konstitusi mereka sehingga Erdogan melanjutkan jabatannya dari Perdana Menteri menjadi Presiden dengan kekuasaan eksekutif, dan AKP sebagai partai beraliran Islamis dan kebijakan ekonomi pasar tetap menjadi partai penguasa dominan.

Krisis tidak hanya terjadi terhadap sistem politik dan ekonomi Barat. Sistem masyarakat mereka yang bercirikan individualisme menghadapi guncangan saat dunia dilanda pandemi Covid-19. Saat Tiongkok sukses menekan penyebaran wabah tidak lama setelah merebak pada awal tahun 2020, Amerika dan Eropa menghadapi protes keras warga yang tidak mau lockdown dan menerima vaksin. Berbeda dengan masyarakat Tiongkok yang kolektif karena dipimpin rezim Partai Komunis yang otoriter, masyarakat Barat terbelah antara mereka yang mau mematuhi protokol kesehatan Covid-19 dengan mereka yang menganggap wabah ini rekayasa kaum globalis.

Polarisasi masyarakat Barat kemudian berimbas pada politik seperti yang terjadi dalam pemilu presiden Amerika dan Perancis. Dunia politik menjadi terpecah antara mereka yang menerima orde internasional liberal dengan mereka yang mencoba mendirikan orde populisme. Kita bisa mengamati bagaimana Amerika hampir mengalami pembangkangan sipil skala nasional ketika Presiden Donald Trump kalah dari Joe Biden. Presiden Emmanuel Macron yang menang tipis dari politisi kanan jauh Marine Le Pen, mengulangi pemilu lima tahun sebelumnya dengan kondisi masyarakat yang tengah mengalami kesulitan akibat kebijakan ekonomi Emmanuel Macron.

Indonesia di Tengah Ancaman Krisis Pangan dan Kerentanan Kawasan

Saat dunia mengalami krisis politik, ekonomi dan sosial sebagai dampak konflik global, Indonesia mengalami backwash effect yang tidak diduga sebagai negara subur di kawasan tropis yaitu kenaikan harga pangan. Invasi Rusia ke Ukraina membawa dampak kenaikan harga gandum dan minyak dunia, yang tentu saja berefek pada Indonesia sebagai negara importir gandum untuk keperluan pangan, dan kenaikan harga minyak berdampak tarif logistik.

Beberapa pengamat menganggap krisis harga pangan disebabkan kesalahan kebijakan Pemerintah. Misalkan kenaikan harga minyak goreng disebabkan kebijakan Pemerintah mengalihkan supply kelapa sawit untuk menghasilkan bahan bakar energi selain konsumsi pangan. Namun tentu saja pandemi dan krisis politik global adalah faktor utama ketidakstabilan ekonomi. Bisa dikatakan Pemerintah hampir tak dapat mengendalikan penyebab krisis tersebut.

Prinsip politik bebas-aktif Indonesia dalam situasi global hari ini juga membuat banyak negara yang berkepentingan menyeret kita untuk terlibat menggunakan tekanan. Singapura dan Malaysia dengan tegas bersekutu dengan Amerika, Inggris dan Australia dalam menyikapi klaim Tiongkok atas Laut Cina Selatan, berlainan dengan sikap Indonesia yang mengutamakan penyelesaian di meja diplomasi.

Indonesia mengambil sikap tersebut karena menjadi salah satu mitra dagang terbesar Tiongkok sejak lama, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang secara historis dan sosial merupakan sekutu Barat. Sikap yang sama juga terjadi dalam menyikapi invasi Rusia, jika Singapura menolak tegas langkah Rusia, seperti apa yang dikatakan PM Lee pada perayaan hari kemerdekaannya pada awal Mei 2022 lalu.
Indonesia menyesalkan eskalasi konflik Ukraina menjadi perang tanpa menyebut Rusia sebagai negara penyerang.

Dalam pertemuan antara para pemimpin ASEAN dengan Presiden AS Joe Biden pada 12 Mei 2022, perbedaan sikap itu tampak nyata. Pemimpin Singapura dan Malaysia bersikap tegas menolak klaim Tiongkok tentang Nine Dash Line sementara Indonesia bersikap netral.

Amerika melanjutkan lobi politik menyekat Tiongkok pada Quadrilateral Meeting di Tokyo pada 24 Mei 2022 dengan pemimpin Australia, India dan Jepang atau koalisi QUAD.

Dalam hal mempertahankan freedom of navigation Amerika memang menunjukkan sikap asertifnya. Klaim Tiongkok atas LCS dipandang sebagai ancaman bagi kepentingan Amerika sebagai kekuatan maritim dominan di Samudera Hindia dan Pasifik. Oleh karena itu Amerika akan selalu menekan negara-negara kawasan Asia-Pasifik yang masih bersikap netral untuk memihak mereka.

Setelah Amerika menggunakan soft-diplomacy termasuk latihan perang besar-besaran dengan Indonesia pada tahun lalu bertajuk Garuda Shield, bukan tidak mungkin mereka akan menekan Indonesia secara keras melalui negara-negara sekutunya seperti Australia, Singapura dan Malaysia agar menunjukkan sikap memihak Amerika.

Penutup

Bulan Mei adalah bulan suci negara Republik Indonesia, di mana kita memperingati hari kebangkitan atas kesadaran pentingnya berdemokrasi dan memiliki kolektifitas kuat sebagai suatu bangsa. Ancaman krisis pangan, krisis ekonomi yang menyebabkan kerentanan kawasan di depan mata seharusnya menjadi momentum bagi pemimpin dan masyarakat Indonesia untuk bersatu merumuskan langkah-langkah ekonomi politik dengan cepat.

Tensi tinggi hasil polarisasi politik global sudah saatnya diturunkan walau tidak mungkin dihilangkan sebagai konsekuensi menjalankan prinsip berdemokrasi. Sebagai bangsa yang secara konsekuen mampu mempertahankan prinsip kemerdekaan berasaskan Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UUD 1945 alinea 4 dalam percaturan politik global selama 77 tahun merdeka, Indonesia akan mampu menjawab tantangan tersebut. Tentu saja jika para pemimpin dan masyarakat bersatu, mampu merumuskan langkah prioritas kebangsaan dan kenegaraan dengan cepat, dan berjalan dengan ketetapan yang ada.

Demi Tuhan, Demi Bangsa dan Demi Negara, Merdeka!!!  (red)

Previous Post

Peringati 114 Harkitnas, Pemprov Sumut Menandai Masa Pandemi untuk Bangkit Bersama

Next Post

Pemko Medan Diminta Serius Tangani Banjir Rob di Belawan

Related Posts

Nasional

Dalam Rangka HUT ke-76 Bhayangkara, Polres Tanjungbalai Upacara Ziarah dan Tabur Bunga

Rabu, 29 Juni 2022
Nasional

Gelar Festival Nusantara Gemilang, Kapolri: Pesan Moral Pentingnya Jaga Persatuan-Kesatuan

Rabu, 29 Juni 2022
Nasional

Pj Bupati Kampar Letakkan Batu Pertama Pembangunan Sekolah Tahfidz Utsman Bin Affan Ridan Permai

Rabu, 29 Juni 2022
Nasional

Hadiri Bulan Imunisasi Anak, Dr. Kamsol, MM ; Masyarakat Sehat, Ekonomi Bangkit Bangsa Kuat

Rabu, 29 Juni 2022
Nasional

Tim Nusantara Gemilang Polda Sumut Raih Predikat Terbaik dan Video Terbaik Semarak Bhayangkara ke-76

Rabu, 29 Juni 2022
Nasional

Pimpin Upacara Tabur Bunga, Wakapolda Aceh: Momen Terbaik Mendoakan Arwah Pahlawan

Rabu, 29 Juni 2022
  • Trending
  • Comments
  • Latest

Sejumlah Warga di Desa Padang Mahondang Merasa Keberatan Karena Tanda Tangannya Disalahgunakan

Rabu, 22 Juni 2022

Jelang Pilkades, Kades Padang Mahondang Imbau Masyarakat Wujudkan Demokrasi Damai Dan Menjaga Kondusifitas

Jumat, 24 Juni 2022

Polmed Tampung 1.000 Mahasiswa Baru Jalur SBMPN

Selasa, 28 Juni 2022

Sejumlah Warga di Kota Kisaran Keluhkan Gangguan ATM Bank Sumut  

Sabtu, 25 Juni 2022

Beli Gadget ORI Bebas Ongkir di Shopee 7.7 Mega Elektronik Sale   

Kamis, 30 Juni 2022

BincangShopee 7.7 Mega Elektronik Sale Bahas Tips Bikin Konten Makanan Gugah Selera

Rabu, 29 Juni 2022

Ninja Xpress dan DPD Group Catat Peningkatan Belanja Online di Asia Tenggara

Rabu, 29 Juni 2022

Mantan Anggota DPRD Sumut Dilaporkan ke Polrestabes Medan

Rabu, 29 Juni 2022


Office :
Jl. Medan Area Selatan No 282/37B, Sukaramai I, Kec. Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara 20216
Telepon : 061 4291 3443
Email : redaksipewartaco@gmail.com / redaksi@pewarta.co


Location



KANAL BERITA

  • Aceh
  • Advertorial
  • Aneka Ragam
  • Asahan
  • Batubara
  • Binjai
  • Bisnis
  • Dairi
  • Deli Serdang
  • Ekonomi
  • Foto
  • Healthy
  • Hukum
  • Humbahas
  • Internasional
  • Jakarta
  • Jatim
  • Jawa Barat
  • Karo
  • Labuhan Batu
  • Labura
  • Labusel
  • Langkat
  • Mandailing Natal
  • Medan
  • Nasional
  • News
  • Nias
  • Padang
  • Padang Lawas
  • Padang Lawas Utara
  • Padang Sidempuan
  • Pakpak Bharat
  • Papua
  • Pekanbaru
  • Pematang Siantar
  • Pendidikan
  • Polisi Kita
  • Politik
  • Rantau Prapat
  • RIAU
  • Samosir
  • Selebrity
  • Semarang
  • Serdang Bedagai
  • Sibolga
  • Simalungun
  • Sport
  • Sumut
  • Tak Berkategori
  • Tanjung Balai
  • Tapanuli Selatan
  • Tapanuli Tengah
  • Tapanuli Utara
  • Tebing Tinggi
  • Teknologi
  • Toba
  • Tokoh
  • Video

BERITA TERBARU

Beli Gadget ORI Bebas Ongkir di Shopee 7.7 Mega Elektronik Sale   

Kamis, 30 Juni 2022

BincangShopee 7.7 Mega Elektronik Sale Bahas Tips Bikin Konten Makanan Gugah Selera

Rabu, 29 Juni 2022

Ninja Xpress dan DPD Group Catat Peningkatan Belanja Online di Asia Tenggara

Rabu, 29 Juni 2022
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Cyber

Copyright © 2021 Pewarta.Co All Right Reserved | PT. Zaki Angkasa Hamdani

No Result
View All Result
  • Home
  • Medan
  • Politik
  • Sumut
    • Asahan
    • Tapanuli Utara
    • Batubara
  • RIAU
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Sport
  • Selebrity
  • Pendidikan
  • Polisi Kita

Copyright © 2021 Pewarta.Co All Right Reserved | PT. Zaki Angkasa Hamdani