Catatan : Choking Susilo Sakeh
AREAL Medan Club (MC) yang terletak persis di belakang bangunan Kantor
Gubernur Sumatera Utara, kini telah beralih kepemilikannya dari Perkumpulan Medan
Club ke Pemprov Sumut. Itu terjadi, setelah Pemprov Sumut dua kali melakukan
pembayaran kepada Pengurus MC. Pertama, pada 7 Des. 2022 sebesar Rp 300 miliar,
dan sisanya sebesar Rp. 157.420.430.420,- dibayar pada 3 Maret 2023. Dana
pembelian tersebut, berasal dari APBD Sumut tahun 2022 dan 2023.
Dengan demikian, maka areal MC seluas 13.931 M2 yang terletak di Jln Kartini
Kel. Madras Hulu, Medan Polonia itu kini resmi menjadi asset Pemprov Sumut. Jika
kelak areal PT Pelindo yang berada persis di sebelah Barat areal eks MC dan di
belakang bangunan Gedung Disdik Sumut bisa diambil alih oleh Pemprov Sumut,
maka Kantor Gubernur Sumut yang menghadap ke Jalan Diponegoro bisa terkoneksi
langsung ke Gedung Disdik Sumut yang menghadap ke Jalan Teuku Cik Ditiro Medan.
MC sendiri awalnya adalah sebuah fasilitas pertemuan, tempat berkumpulnya
para elit perkebunan Belanda. Bangunan utama MC dibangun oleh Jepang pada tahun
1943 sebagai Kuil Jepang. Saat Kota Medan diduduki oleh Sekutu, bangunan ini
digunakan sebagai clubhouse Belanda Bernama “De Witte Societeit”.
De Witte Societeit sendiri, berdiri tahun 1879, sebagai perkumpulan orang kulit
putih, Tionghoa dan petinggi Tanah Deli. Clubhouse mereka yang pertama, berada
di samping kantor Pos Besar Medan (sekarang Bank BCA). Setelah kolonial pergi,
tiga dokter meliter kolonial — dr Soekarja, dr Hariono dan dr Ibrahim Irsan —
mengambil alih bangunan clubhouse ini dan dirubah Namanya menjadi “Medan Club”.
Tentu saja, MC banyak menyimpan sejarah Kota Medan dan Provinsi Sumatera
Utara. “MC itu menyimpan memori penting berkaitan sejarah Kota Medan dan
Provinsi Sumatera Utara. Karenanya, sebaiknya dijadikan galeri sejarah. Pemprov
Sumut tidak boleh merombak bangunan yang ada,” ujar Sejarawan Ichwan Azhari
(waspada.id, 12 Juli 2021).
Hal senada diutarakan Sejarawan Budi Agustono. “MC harus tetap berdiri
sebagai bangunan bersejarah yang dapat diakses oleh publik,” ujar Budi (waspada.id,
12 Juli 2021).
Anggota sebagai Pemilik
Aku tak faham, bagaimana 200 anggota MC — saat ini yang dipimpin oleh
Eswin Soekarja sebagai Ketua MC — bisa menjadi pemilik areal MC Jln. Kartini
dengan status tanah HGB No. 668 tersebut. Bahkan, bagaimana bisa sebahagian
uang penjualan MC yang diterima dari Pemprov Sumut, diduga telah dibagi-bagikan
kepada 200 anggota MC. Sayangnya, hingga tulisanku ini selesai, Eswin Soekarja tak
mengangkat panggilan HP aku. Juga tak berkenan membalas WA aku kepadanya
melalui dua nomor HPnya. Sebagai Ketua MC, Eswin Soekarja memang terkesan
menutup diri dalam hal penjualan MC ini.
Terlepas sikap Ketua MC tersebut, konon pembelian MC oleh Pemprov Sumut
sudah melalui proses pertimbangan hukum yang ketat dengan melibatkan fihak
Kejati Sumut dan BPN Medan.
Kajati Sumut, Idianto SH., MH., menjelaskan pembayaran areal eks MC
bukanlah proses jual-beli, tapi proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum
sebagaiman diatur dalam PP No. 19/2021 tentang Penyelenggaran Pengadaan Tanah
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Untuk areal MC, Ketua Tim Pengadaan
Tanah adalah Kepala BPN Medan. Dan kehadiran Kejati Sumut dalam proses tersebut
adalah melaksanakan tugas pendampingan hukum, untuk memastikan bahwa setiap
tahapan pengadaan tanah telah dilalui sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sedangkan penetapan besaran harga tanah, merupakan hasil penilaian pengadaan
tanah yang ditetapkan oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik). (publikmetro.com.,
Sabtu 04 Febr.2023).
Menyangkut kepemilikan lahan MC, Kepala BPN Medan,, Askani, SH., MH.,
menyebutkan areal MC jelas dan sah milik Perkumpulan MC. Tentang status MC
sebagai cagar budaya, Pemprov Sumut bisa berkordinasi dengan Pemko Medan.
(publikmetro.com., Sabtu 04 Febr.2023).
Selintas, proses peralihan hak milik MC dari perkumpulan MC kepada Pemprov
Sumut tidak bermasalah. Namun, kenapa masih ada fihak-fihak yang
mempertanyakannya, baik dalam bentuk demo, gugatan ke pengadilan, juga
pengaduan ke KPK.
Kelemahan Kominfo Sumut
“Keriuhan” protes beberapa kelompok masyarakat terhadap pembelian areal
MC oleh Pemprov Sumut, sebagaimana juga halnya dengan keriuhan lainnya dari
berbagai kebijakan dan ucapan Gubsu, sesungguhnya adalah cerminan lemahnya
Dinas Kominfo Sumut (baca : Kadis Kominfo Sumut) di dalam mengemban peran
dan fungsinya yang disesuaikan dengan karakter Gubsu.
Di satu sisi, Gubsu dikenal cekatan, spontan dan visioner. Di sisi lainnya, Kadis
Kominfo Sumut terkesan keteteran memahami karakter Gubsu. Banyak ucapan dan
kebijakan Gubsu tak utuh sampai ke publik, karena Dinas Kominfo tak mampu
menterjemahkan apa sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Gubsu. Dan pada giliran
berikutnya, Dinas Kominfo pun tak mampu menjadi jembatan informasi dari Gubsu
kepada publik.
Dalam konteks MC, kondisi Dinas Kominfo Sumut yang sedemikian tersebut, semakin diperparah dengan sikap tertutup Ketua MC Eswin Soekarja. Dan pada akhirnya, masyarakat dibiarkan bertanya-tanya serta mengambil kesimpulan sendiri. (red)