Medan (Pewarta.co)-Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyimpulkan hasil penelitian perkara inisiatif atas kasus ekspor benih lobster yang dilakukan sejak 10 November 2020 lalu.
Dari hasil penelitian, KPPU menemukan berbagai dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 dalam jasa freight forwarding ekspor benih lobster dan menindaklanjuti hasil penelitian tersebut ke tahapan penyelidikan atas dugaan pelanggaran pasal 17 dan pasal 24 Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada jasa freight forwarding pengiriman benih lobster ke luar negeri.
Dalam penyelidikan yang dimulai sejak 7 Desember 2020 tersebut, terdapat beberapa pihak yang menjadi terlapor dalam dugaan pelanggaran, yakni PT Aero Citra Kargo selaku terlapor untuk dugaan pelanggaran pasal 17 dan tiga terlapor untuk dugaan pelanggaran pasal 24.
Mereka yakni PT Aero Citra Kargo, Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas atau Due Diligence Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, dan Ketua Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (PELOBI).
“Berbagai bentuk dugaan pelanggaran tersebut antara lain meliputi upaya praktek monopoli yang dilakukan terlapor, penetapan harga yang di luar kewajaran, maupun hambatan-hambatan dalam pemilihan atau penggunaan jasa freight forwarder lain untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri,” ungkap Guntur Syahputra
Saragih, anggota KPPU dan juru bicara komisi dalam siaran pers diterima pewarta.co, Selasa (8/12/2020).
Disebutkannya, proses penyelidikan akan dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 hari untuk menemukan minimal dua alat bukti, sebelum dapat dilanjutkan ke tahapan pemberkasan dan kemudian pemeriksaan oleh Majelis Komisi.
Atas pelanggaran tersebut, kata Guntur, KPPU dapat menggunakan besaran denda yang diatur oleh Undang-undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang merevisi besaran denda di UU No. 5/1999, yakni minimal Rp1 miliar rupiah, tanpa besaran denda maksimal. (gusti)