Medan (pewarta.co)-Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit campak rubella bakal mengancam Sumatera Utara (Sumut).
Pasalnya, kampanye Measles Rubella (MR) yang sudah berjalan selama sekitar 46 hari masih belum menunjukan peningkatan berarti.
Berdasarkan data yang terkumpul hingga Sabtu 15 September 2018, ungkap Kepala Seksi Surveilans Imunisasi Dinas Kesehatan Sumut, Suhadi, kampanye MR baru mencapai 33,6℅ dari target.
Sedangkan hingga akhir bulan September ini, ditargetkan imunisasi MR dapat diberikan minimal kepada 95℅ dari sasaran vaksin 4.291.857 anak.
“Sampai saat ini cakupan rendah, terutama di wilayah dengan mayoritas Muslim seperti Madina (Mandailing Natal). Padahal, imunisasi ini tidak akan bermanfaat kalau cakupannya rendah dan tidak merata,” tutur Suhadi dalam Diskusi Publik Campak Rubella bersama Jurnalis dan Pemangku Kepentingan Provinsi Sumatera Utara di Aula Rapat II Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan, Sabtu (15/9/2018).
Diskusi digelar Forum Wartawan Kesehatan (Forwakes) bekerjasama dengan UNICEF serta Dinas Kesehatan Sumut dan RSUD dr Pirngadi Medan.
Menurut Suhadi, kampanye MR penting dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit yang disebut juga campak Jerman ini.
Dengan pemberian vaksin kepada semua anak usia 9 bulan hingga 15 tahun, diharap timbul kekebalan tubuh sehingga penyakit tidak menjadi wabah.
“Karena itu, saya mohon kepada teman jurnalis agar bisa mengungkap cakupan kampanye MR per Kabupaten/kota. Sehingga kepala daerah malu dan bisa mendesak agar program pencegahan penyakit dari pemerintah ini bisa mencapai target,” tuturnya.
Sementara Ketua Komda Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (PP-KIPI) Sumut, Prof Dr H Munar Lubis SpA (K) yang tampil sebagai pembicara dalam diskusi itu mengungkapkan, imunisasi dilakukan untuk mengunci atau menjadi antibodi agar tidak timbul penyakit.
Meski sudah diimunisasi, kata dia, anak masih bisa tertular, tapi resikonya jauh lebih ringan. Sedangkan yang belum diimunisasi, sakitnya akan lebih berat, lebih lama dan lebih berbahaya.
Prof Munar yang juga ketua IDAI Sumut ini menjelaskan, jika menulari anak, campak Jerman ini hanya menimbulkan gejala ringan.
Namun, jika diidap wanita hamil maka cukup berbahaya karena dapat menimbulkan abortus atau bayi lahir dengan CRS atau sindrome kecacatan pada bayi.
“Jadi anak kita diimunisasi untuk melindungi cucu kita nantinya,” ujarnya.
Alumni FK USU ini berharap program kampanye MR ini harus mencapai cakupan target 95℅ agar berhasil dan dapat mengeliminasi virus. (gusti)