Medan (pewarta.co) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan diketuai Pian Munte melanjutkan persidangan terhadap Himawan Loka alias Ahui (58) General Menejer PTAgung Bumi Lestari (ABL) yang didakwa penipuan dan penggelapan barang senilai Rp 396 juta, Rabu (25/9/2019).
JPU Febrina Br Sebayang dari Kejatisu menghadirkan tiga orang saksi diantaranya Edwin (saksi korban), Syaprida dan M
Sahri (mantan sopir PT ABL).
Saksi korban Edwin menjelaskan ada kerjasama dagang dengan terdakwa sejak 2013. Bahkan terdakwa masih menunggak Rp 26 juta.
“Terdakwa Ahui sempat menghilang dan menghindar 3 bulan untuk melunasi tunggakan tersebut,” ujar korban warga Jalan Brigjen Katamso Medan itu.
Belakangan, kata Edwin, terdakwa mengumbar janji untuk melunasi hutangnya Rp 26 juta, asalkan korban mau melanjutkan kembali hubungan dagang yang sempat terhenti, karena terdakwa menggandeng perusahaan besar (PT ABL).
Setelah dagangan dilanjutkan, awal kerjasama berjalan lancar, bahkan terdakwa bisa melunasi hutangnya. Tapi belakangan barang yang dikirim korban (CV Naga Sakti) kepada PT ABL yang diterima terdakwa tidak diserahkan kepada PTABL.
”Saya nggak ingat jumlahnya,tapi kalau dihitung dengan barang nilainya mencapai Rp 396 juta,” ujar Edwin.
M Sahri, bekas sopir OT ABL mengakui PT UD Naga Sakti Perkasa (korban) ada membeli pembungkus nasi dari PT ABL dan sebagai pembayarannya korban menyerahkan uang tunai atau giro kepada terdakwa.
Sebaliknya, kata M Sahri barang UD Naga Sakti berupa tisu pipet, dll yang dikirim ke PT ABL tidak dikirim ke PT ABL melainkan dijual terdakwa.
“Saya semula kecewa dengan ulah terdakwa Ahui yang mau menghindar dari persoalan itu, kata Sahri. Bahkan korban dituduh merugikan PT ABL. Padahal ulah terdakwa.
”Saya protes dan berhenti sebagai sopir kepada PT ABL, karena perusahaan tetap menyalahkan korban. Padahal itu ulah terdakwa. Saya tau korban orang baik.Terdakwalah yang neko- neko” ujar saksi.
Saksi lainnya Saprida, selaku karyawan UD Naga Sakti.
Saprida menjelaskan korban ada mengirim barang ke PT ABL melalui terdakwa
namun saksi tidak tahu, apakah terdakwa “menggelapkan” barang yang dikirim PT UD Naga Sakti tersebut.
”Saya nggak tau soal itu pak hakim,” ujar Saprida.
Sebelumnya dalam surat dakwaannya, JPU Dwi Melly Nova diwakili Febrina Br Sebayang menjerat terdakwa warga Jalan Perpustakaan Kelurahan Petisah Tengah itu melanggar pasal 378 dan 372 KUHP.
Perbuatan itu dilakukan terdakwa sejak 2015 hingga 6 Februari 2018 di toko saksi korban Edwin di Jalan Brigjend. Katamso No. 198 A Kecamatan Medan Maimun.
Saat itu saksi korban Edwin pemilik toko UD. Naga Sakti Perkasa( NSP) melakukan kerjasama dengan PT ABL yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Tebing Tinggi.
Kerjasama itu diantaranya UD NSP menjual pelastik asoi, bungkus nasi, tisue, pipet, tusuk sate, kotak gabus/streoform, gelas pelastik Aqua kepada PT ABL.
Belakangan diketahui bahwa terdakwa Ahui sudah menerima pembayaran secara cash dari korban tetapi terdakwa tidak menyerahkannya ke PT. ABL, sehingga sejak tahun 2017 sampai Maret 2018 barang yang diambil dari PT. ABL saksi korban bayar melalui supir atas nama Putra dan Erson secara cash.
Adapun total tagihan yang belum dibayarkan terdakwa sesuai 61 lembar bon fatur yang ada pada saksi korban sebesar Rp. 396.103.250,- sehingga akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp. 396.103.250, sesuai uang yang belum dibayarkan ke PT ABL. (TA/red)