Medan (Pewarta.co)-Berawal dari krisis kesehatan, pandemi Covid-19 memberikan efek domino pada aspek sosial, ekonomi dan keuangan.
Pada aspek ekonomi, pandemi mengakibatkan kinerja ekonomi menurun tajam karena terhambatnya konsumsi, produksi, investasi, ekspor dan impor.
Sedangkan pada aspek keuangan, wabah ini mengakibatkan volatilitas dan gejolak sektor keuangan muncul seiring dengan turunnya investor confidence dan terjadinya flight to quality.
Terganggunya sektor riil mengakibatkan meningkatnya risiko kredit.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun melanjutkan sejumlah program stimulus untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada tahun ini. Karenanya, kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan bagi debitur terdampak Covid-19 telah diperpanjang hingga Maret 2022.
“Kebijakan itu diharapkan dapat meringankan beban debitur di masa pandemi Covid-19, sehingga bisnisnya bisa terus berjalan,” kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Bambang Widjanarko saat media briefing OJK secara virtual, Jumat (26/02/2021).
Menurut Bambang, kalau debitur bisa selamat dan terus melakukan aktivitasnya maka ekonomi bisa terus berjalan, apalagi jika sebelumnya bagus dan hanya terkendala Covid-19.
Ia berharap langkah ini dapat membantu perbankan guna menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi risiko kredit. Ia menyebutkan salah satu alasan perpanjangan restrukturisasi adalah masa pandemi belum berakhir.
“Kebijakan ini tak berlangsung selamanya, untuk menghindari moral hazard yang muncul di kemudian hari,” tukasnya.
Karenanya, mengantisipasi dampak lanjutan OJK juga harus melihat banknya sebab Covid-19 belum diketahui kapan berakhir sehingga stimulus masih dibutuhkan.
“Yang diatur adalah sama dengan POJK 11, penetapan kualitas kredit serta kualitas lancar bagi yang direstrukturisasi, tetapi ada juga ditambahkan tentang penerapan manajemen risiko,” jelas Bambang
Bambang mengakui, ada sejumlah tujuan dari perpanjangan restrukturisasi, yakni bagaimana optimalisasi kinerja perbankan, sehingga bisa melanjutkan upaya perbaikan.
Selanjutnya menjaga stabilitas sistem keuangan, apalagi karena kondisi Covid-19 belum selesai, jadi stabilitas perlu dijaga sehingga POJK diperpanjang.
Selain itu perpanjangan restrukturisasi juga dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian,sehingga perlu ditingkatkan manajemen risiko di perbankan.
Kebijakan restrukturisasi kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan juga terus berjalan dan hingga 8 Februari 2021, restrukturisasi kredit perbankan sudah mencapai Rp987,48 triliun dari 7,94 juta debitur.
Sektor UMKM mencapai 6,15 juta debitur dengan nilai Rp 388,33 triliun. Sementara non UMKM mencapai 1,79 juta debitur dengan nilai Rp 599,15 triliun.
Restrukturisasi perusahaan pembiayaan hingga 8 Februari sudah mencapai Rp193,5 triliun untuk 5,04 juta kontrak yang disetujui.
Perpanjangan restrukturisasi hingga Maret 2022 ini dilakukan dengan rilisnya POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Sebelumnya, pada Maret 2020 OJK telah menerbitkan POJK Stimulus COVID-19 yang berlaku sampai dengan 31 Maret 2021 sebagai quick response dan forward looking policy atas dampak penyebaran COVID-19.
Dengan terbitnya POJK 48/POJK.03/2020 ini maka kebijakan stimulus ini akan berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
Relaksasi lainnya yang dikeluarkan OJK adalah kebijakan kredit kenderaan bermotor, kebijakan kredit beragun rumah tinggal, kebijakan kredit sektor kesehatan dan penyediaan dana kepada lembaga pengelola investasi.
Dikatakannya, kebijakan akan efektif berlaku sejak tanggal 1 Maret 2021 dengan diterbitkannya surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB. (gusti)