Medan (Pewarta.co) – Perekonomian Sumatera Utara tahun 2022 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2021 dengan rentang proyeksi 4,1%-4,9% (yoy). Kian pulihnya mobilitas dan membaiknya daya beli akan mendorong konsumsi masyarakat.
“Tetap tingginya harga komoditas utama serta berlanjutnya program PEN juga diprakirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara, Doddy Zulverdi dalam Bincang Bareng Media (BBM) digelar hybrid dari kantor BI Jalan Balai Kota Medan, Jumat (30/9/2022).
Kendati demikian, ia mengingatkan berlanjutnya konflik geopolitik yang berisiko melanjutkan gangguan rantai pasok global serta perkembangan ekonomi global yang diwarnai peningkatan inflasi menjadi hal yang perlu diwaspadai.
Disebutkannya, ada beberapa faktor yang mendorong bias atas yakni yang pertama membaiknya krisis geopolitik global sehingga turut mendorong perbaikan rantai
pasok dan menstabilkan tekanan inflasi.
Kedua, terus berlanjutnya program PEN seperti KUR 3%, insentif bantuan tunai, dan insentif PPN-DTP (Ditanggung Pemerintah) yang dapat menjaga daya beli masyarakat.
Ketiga yakni tetap tingginya harga ekspor komoditas utama yang dapat mendorong penguatan produksi dan investasi.
Sedangkan faktor yang mendorong bias bawah yakni yang pertama pandemi COVID-19 yang belum selesai dan wabah penyakit baru yang berisiko menahan mobilitas dan aktivitas masyarakat. Kedua, konflik geopolitik yang terus berlanjut dapat memperpanjang kebijakan proteksionisme pangan global sehingga kembali mengganggu rantai pasok dan mendorong kenaikan inflasi global.
Ketiga, potensi perlambatan ekonomi negara mitra (a. Perekonomian Tiongkok yang terus menurun, b. Penurunan produksi industri manufaktur di Eropa terkait penetapan efisiensi gas) yang lebih dalam dan dapat berdampak pada permintaan dan mempengaruhi kinerja ekspor.
Keempat, konflik geopolitik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan sikap investor yang wait and see dan cenderung berinvestasi
kepada aset safe haven, dan yang kelima dampak lanjutan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan penurunan harga komoditas utama, seperti CPO. (gusti)