Medan (Pewarta.co)-Masalah kehutanan menjadi polemik yang rumit diurai di Sumatra Utara. Deforestasi terus terjadi saban tahun. Begitu juga konflik tenurial yang terus terjadi di kawasan hutan.
Pemerintah membentuk Dewan Kehutanan Daerah (DKD). Ada sejumlah elemen yang terlibat. Mulai dari masyarakat, organisasi masyarakat sipil, akademisi, hingga perusahaan yang juga banyak beraktifitas di kawasan hutan. Di Sumut, DKD memasuki periode keduanya. Kongres kedua digelar di Hotel Santika, Medan, Kamis (30/9/2021).
Kongres DKD kali ini menjadi angin segar dalam penyelesaian segudang polemik hutan dan kehutanan yang ada di Sumut. Pegiat Orangutan Panut Hadisiswoyo didapuk menjadi ketua. Dia akan menjabat sepanjang periode 2021 – 2026.
“Ini upaya menciptakan ruang dialog menciptakan solusi persoalan kehuatan di Sumut. Tadi memang mencuat isu-isu perhutanan sosial. Yang selama ini menjadi isu penting, dalam tata kelola kehutanan di Sumut,” ujar Panut Hadisiswoyo yang juga Ketua Panitia Kongres.
Panut menjelaskan, peran DKD harusnya memperkuat implementasi kebijakan di Sumut. Termasuk dalam peran pengawalannya.
“DKD juga harus memberikan ruang mediasi dan mencari rekomendasi solusi perosoalan kehutanan. DKD juga memperkuat mengawal percepatan perubahan tata kelola kehutanan, akibat perubahan Undang-undang. Sehingga DKD berperan mengawal percepatannya, penyesuaian dan implementasi di lapangan. Apakah sudah sesuai, yang bisa mengarah pada keadilan ekologis dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Panut yang merupakan Founder Yayasan Orangutan Sumatra Lestari – Orangutan Information Center (YOSL-OIC).
Ke depan, Kata Panut, DKD akan memperkuat konsolidasi lintas elemen. Ruang-ruang dialog juga akan dibuka untuk menampung aspirasi dan masukan dari akar rumput.
“Supaya ada solusi yang lebih konkrit lagi dari sisi tata kelola kehutanan,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu perwakilan akademisi Onrizal mengatakan, dalam kongres DKD kali ini dirinya ingin ada semangat baru dari sisi kemitraan dengan pemerintah.
“DKD ini adalah amanat UU, Untuk memformulasikan berbagai masukan menjadi kebijakan. Termasuk memfasilitasi berbagai konstituen. Seperti tema kita hari ini, bagaiamana keadilan ekologis dan kesejahteraan masyarakat itu bisa dicapai,” ungkapnya.
Dari sisi intervensi kebijakan, DKD menjadi mitra strategis pemerintah dalam pertimbangan kebijakan. Baik dalam sisi penyusunan, hingga implementasi dan pengawasannya. Jangan sampai, kebijakan yang sudah dibuat dengan biaya yang mahal tidak bisa terimplementasi. Sehingga jauh dari semangat keadilan ekologis dan kesejahteraan masyarakat.
Senada, Kepala Dinas Kehutanan Sumut Herianto mendorong DKD untuk memperkuat peran dalam hal pendampingan aktifitas pembangunan kehutanan di daerah Sumut.
“Ke depannya, saya ingin mereka masuk ke segala lini aktifitas kehutanan. Seperti misalnya, saat ini program besar soal perhutanan sosial. Kita juga tidak ingin itu ajah. Mereka juga harus terlibat dalam perlindungan dan pengamanan hutan. Kami butuh itu. Apalagi, perlindungan dan pengamanan hutan ini ada juga terkait konflik tenurial,” pungkasnya. (ril)