Deliserdang (Pewarta.co)-Terkait lahan yang diusahai dan dikelola masyarakat di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang sebagaimana surat yang disampaikan pihak PTPN II dengan mengklaim HGU 104, pada Rabu, (4/10/2023).
Hal ini disampaikan pihak masyarakat yang telah menguasai lahan tersebut secara turun-temurun dari mulai orang tua mereka, oleh karena itu, pihak terkait setelah melakukan teror secara pisik yang menjadikan cacat pisik bagi masyarakat setempat yang menguasai lahan tersebut.
Bahwa sebagaimana klaim yang disampaikan itu perlu dipertanyakan, apakah sudah sesuai dengan amanat pasal 164 peraturan menteri negara agraria / kepala BPN Nomor 3 tahun 1997 tentang peraturan pelaksanaan PP nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah Yo pasal 1868 perdata.
Selain itu, warga juga mempertanyakan tentang batas – batas sebagaimana Gambar yang ada dalam HGU tersebut secara jelas.
Sebab lahan yang diusahai tersebut itu, sejak dikelola orang tua mereka, dan bahkan masyarakat juga telah pernah meminta verifikasi soal lahan, namun tidak digubris.
Pernyataan ini disampaikan Edi Suswanto ketua HIPAKAD 63 Sumatra Utara di lahan Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan baru-baru ini.
Menurut Edi, bahwa pemberian rekomendasi ijin-ijin peruntukan, ijin lokasi, ijin prinsip melampaui batas maksimal yaitu yaitu 400 Ha.
Bahwa menurutnya penggusuran bukan untuk kepentingan umum, melainkan untuk kepentingan swasta (PT CPTR) Namun dilakukan dengan trik – trik reror dan bahkan kekerasan.
Selain itu juga disebutkan bahwa dengan klaim kepentingan negara yang berdalih sertifikat HGU yang tidak transparan dan tanpa publisistas dan sesuai dengan temuan kami, sangat kuat dugaan digunakan sertifikat HGU cacat hukum (dan aspal) yang tidak sesuai dengan pasal 1868 KUH perdata pasal 164 dan permeneg agraria tahun 1997 tentang peraturan pelaksanaan PP no.24 tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah, namun hal itu tidak mernah dilidik apart hukum.
Kemudian juga aparat hukum sepertinya tutup mata atas klaim sertifikat HGU yang cacat hukum/aspal yang telah dijadikan untuk menteror dan mengintimidasi masyarakat secara pisik maupun admistrasi bahkan mengkriminalisasi rakyat.
Terkait dengan permasalahan itu, masyarakat yang mengelola lahan tersebut meminta yang paling dan adil seadil-adilnya terasa penegak hukum seperti model belah bambu, satu diangkat dan satunya dipijak.
Oleh karena itu kepada jaksa agung muda pengawas (Jamwas) dan juga DPR RI dan DPRD Sumut segera mengambil tindak atas intimidasi pisik, kekerasan dan intimidasi administrasi dan yurisdis yang dialami warga Bandar Klippa kecamatan Percut Sei Tuan diantara korban penembakan pemberondongan senjata laras panjang hingga cacat seumur hidup. (Red/Tim)