Medan (Pewarta.co)-Paktisi hukum Julheri Sinaga menuding Polsek Medan Labuhan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung dan pelayan masyarakat.
Hal itu disampaikan Julheri sekaitan dengan lambannya penanganan kasus penganiayaan terhadap wartawan yang terjadi beberapa waktu lalu.
Alasannya, ketika korban menanyakan perkembangan kasus, personel Polsek Medan Labuhan malah terkesan menyuruh korban yang mencari saksi dan bukti-bukti.
“Jelas polisinya tidak profesional. Di dalam KUHAP ditegaskan, yang dimaksud dengan penyelidikan adalah tindakan penyelidik untuk mencari peristiwa apakah ada tindak pidana atau tidak. Jadi siapa yang menjadi penyelidik? Di dalam KUHAP ditegaskan penyelidik adalah Polisi Republik Indonesia,” kata Julheri, baru baru ini.
Karena itu, sebut Julheri, yang bertugas mencari apakah ada peristiwa pidana atau tidak adalah tugas polisi.
“Bukan malah menjadi tugas korban,” sebutnya.
Lanjut diejelaskan Julheri, penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari bukti-bukti dan saksi dan penyidik itu adalah Polisi Republik Indonesia, bukannya saksi korban.
“Jadi kalau polisi sampai memberikan tugas itu malah ke saksi korban, wah, ini menunjukkan polisi tidak bekerja secara profesional, dia tidak tau apa yang menjadi kewajibannya. Lah, kalau umpamanya kita yang disuruh mencari bukti dan saksi-saksi, ya kasilah gajinya sama kita, biar kita yang cari. Jangan dia (polisi) mengambil gaji kalau dia tak mampu menjalankan fungsinya,” jelasnya.
Masih dikatakan Julheri, jika polisi tetap mengatakan hal seperti itu ketika ditanyai perkembangan kasusnya sudah sampai di mana, berarti polisi buang badan.
Ada aturan main yang harus dijalankan oleh penyidik untuk mengirimkan SP2HP, kalau tidak dijalankan fungsinya itu, berarti adukan saja penyidiknya.
Sambung Julheri, jika dilihat dari kasus yang dialami korban, bahwa terduga pelakunya jelas, lokasi usahanya jelas.
Namun, polisi belum juga melakukan penahanan atau bahkan memeriksa terduga pelaku.
Hal ini justeru membuat masyarakat menjadi berprasangka buruk kepada kepolisian.
“Jangan-jangan polisi menjadi bagian dari masalah. Jangan-jangan mereka (polisi) mendapat setoran,” ketus Julheri.
Apalagi, menurut Julheri, pascakejadian kepolisian tidak ada merazia lokasi yang santer dengan praktek perjudian itu.
Terlebih lagi Polisi mempunyai kewenangan memanggil terduga pelaku ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Bukan malah polisi mendatangi lokasi usaha terduga pelaku untuk melakukan pemeriksaan.
“Ini semakin membuat kita curiga. Kalau seperti itu, Polisi ini sudah memalukan saya rasa tindakannya. Seakan-akan polisi sudah tidak ada fungsinya lagi, kalau enggak, bubarkan saja kantor polisi itu atau tutup saja kalau polisi memeriksa ke tempatnya terduga pelaku,” tegas Julheri.
Sebelumnya, Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, Iptu Bonar Pohan berjanji akan menangkap Ationg pada hari Senin 6 Mei 2019 usai personilnya mengurusi Pilpres.
Akan tetapi, saat awak media mempertanyakan janji tersebut, Bonar mengaku masih sibuk.
Ia mengaku mengalami kendala lantaran personilnya masih sibuk di kantor Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
“Masih sibuk Pilpres ini. Juper pun masih ada yang di kantor PPK. Mungkin habis-habis tanggal 6 atau 7 ini juper kembali ke kantor (Mapolsek Medan Labuhan) dan melanjutkan kasus itu,” ucap Bonar yang dikonfirmasi Senin (6/5/2019).
Bonar Pohan selanjutnya mengatakan jika pihaknya telah memeriksa empat orang saksi dalam kasus penganiayaan dan pengeroyokan tersebut.
“Saksi sudah ada empat yang kita periksa,” jelasnya terkait perkembangan kasus tersebut.
Informasi sebelumnya, kasus penganiayaan wartawan senior Posmetro Medan yang dilakukan Ationg bersama 7 rekannya sudah berlalu 40 hari.
Sayangnya, hingga kini polisi belum juga menangkap bos judi Marelan itu. (red)