Medan (Pewarta.co)-Terkait kasus biaya perjalanan fiktif, Polda Sumut menahan 3 dari 5 Legislator DPRD Tapanuli Tengah (Tapteng) yang terlibat.
Sementara dua tersangka lainnya masih dalam pengejaran.
Hal itu dilakukan setelah keduanya, AR dan AG dua kali mangkir dalam pemeriksaan.
“Mereka (tersangka) terhitung dua kali mangkir dari pemeriksaan. Saat ini keduanya tengah diburu,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, Selasa (4/12/2018).
Lebih lanjut dijelaskan mantan Wakapolrestabes Medan ini, pihaknya telah melakukan pencarian terhadap kedua anggota dewan tersebut, guna dibawa secara paksa, namun belum ditemukan.
“Petugas masih menyelidiki tempat persembunyian AR dan SG. Sudah dilakukan pencarian terhadap keduanya. Tapi belum ditemukan,” jelas Tatan.
Disebutkan Tatan, penyidik melakukan proses hukum terhadap lima anggota DPRD Tapteng yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan mark up atau perjalanan fiktif Tahun Anggaran (TA) 2016 dan 2017 merugikan keuangan negara sekitar 655 juta rupiah lebih.
“Setelah sempat tidak hadir, Polda Sumut kemudian melakukan pemanggilan kedua kepada kelima tersangka hingga pada hari Jumat 30 November 2018. Tiga diantaranya, yakni Julianus Simanungkalit, Jonia Silaban dan Hariono Nainggolan dibawa paksa dan dilakukan penahanan,” sebut Alumnus Akpol Tahun 1996 ini seraya menambahkan Kasus itu diselidiki Polda Sumut atas dasar laporan polisi nomor : LP/766/VI/2018/SPKT III tanggal 8 Juni 2018.
Sebelumnya, kelima anggota DPRD Tapteng ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mark up atau perjalanan dinas fiktif hingga merugikan negara sebesar Rp.655.924.350.
Modus kelima tersangka menggunakan bukti pembayaran bill hotel yang diduga fiktif atau di-mark up sebagai pertanggungjawaban atas perjalanan dinas keluar daerah dalam agenda konsultasi, kunjungan kerja dan bimbingan teknis.
Terancam 5 Tahun Penjara
Kelima tersangka dipersangkakan dengan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun. (red)