Medan (Pewarta.co)-Sely Wijaya SE (48) terdakwa perkara dugaan penggelapan uang hasil penjualan perusahaan senilai Rp3,2 miliar dituntut pidana selama 4 tahun penjara, di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (9/9/2021).
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 4 tahun,” kata JPU Chandra Naibaho di hadapan Hakim Ketua, Syafril Batubara.
JPU menilai perbuatan warga Jalan Kalideres Komplek Taman Palem V, Nomor 92 Kota Jakarta Barat / Jalan Murai Raya Nomor 29/107, Komplek Tomang Elok, Kelurahan Simpang Tanjung, Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan ini terbukti bersalah melanggar Pasal 374 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Yakni melakukan penggelapan dalam jabatan yang dilakukan secara bersama-sama,” kata JPU.
Usai mendengarkan tuntutan dari JPU, majelis hakim yang diketuai Syafril Batubara menunda persidangan pekan depan dengan agenda nota pembelaan.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU, Chandra Priono Naibaho mengatakan perkara tersebut berawal dari terdakwa Sely Wijaya dan Wiwi Wijaya (DPO) bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Kota Medan milik saksi korban Herman, SE sejak tahun 2006.
Bahwa terdakwa mendapat upah atau gaji setiap bulannya selama bekerja adalah sebesar Rp3.750.000 dan Wiwi Wijaya mendapat upah atau gaji sebesar Rp3.500.000.
Adapun cara perusahaan melakukan penjualan keramik adalah dengan cara sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardi Syafitri menawarkan barang keramik kepada toko-toko keramik yang ada di dalam Kota Medan maupun diluar kota.
Awalnya selama terdakwa dan Wiwi Wijaya bekerja, saksi korban tidak melihat adanya kejanggalan laporan keuangan yang diberikan oleh Wiwi Wijaya karena Wiwi Wijaya melaporkan laporan keuangan di perusahaan tersebut dalam keadaan untung/laba.
Namun terdakwa menyuruh sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardi Syahfitri untuk menjual barang (keramik) milik perusahaan ke beberapa toko tanpa sepengetahuan saksi korban.
Terdakwa mencetak 31 lembar Delivery Order (DO) terhadap 7 toko tersebut agar barang/keramik bisa keluar dari gudang milik saksi korban, kemudian Wiwi Wijaya mencetak lagi bon faktur dan bon Delivery Order (bon pengeluaran barang) tanpa sepengetahuan saksi korban dan juga invoice palsu.
Terdakwa dan Wiwi Wijaya lalu memasukkan data di komputer bahwa toko-toko tersebut belum bayar.
Kemudian, terdakwa memerintahkan sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardi Syahfitri apabila toko-toko tersebut membayar secara tunai agar sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardi Syafitri menyerahkan uang pembayaran penjualan keramik kepada terdakwa dan Wiwi Wijaya.
“Bahwa akibat perbuatan terdakwa yang dilakukan bersama-sama Wiwi Wijaya maka saksi korban mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp3.262.696.000,” pungkasnya. (red)