Medan (pewarta.co) – DESAS-desus yang beredar di masyarakat tentang penggunaan Ijazah Palsu dan Pungutan Liar (Pungli) terhadap jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga dilakukan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Bakhtiar Ahmad Sibarani mulai menguap dan disoal berbagai pihak.
Aroma tidak sedap itu pun kini jadi buah bibir yang hangat diperbincangkan masyarakat Tapteng. Namun, ibarat ‘kentut’ suaranya terdengar, aromanya tercium tetapi wujud dan bentuknya tidak tau dan tidak pernah kelihatan.
Ironisnya, kendati telah menjadi buah bibir, aparat penegak hukum yang selama ini jadi harapan masyarakat sepertinya tutup mata dan telinga.
Padahal, dugaan penggunaan Izajah Palsu sudah menguap saat orang nomor satu di Tapteng itu mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Tapteng, tahun 2017 lalu.
Di sisi lain, dugaan bisnis gelap, berupa penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi ke Industri belakangan sudah menguap.
Informasi yang dihimpun, Bakhtiar Ahmad Sibarani, lahir di Pasar Batugerigis 2 November 1984 dan terdaftar di Sekolah Pharmaca Medan dengan Nomor Induk Siswa (NIS) 00007, nilai rata-rata 6,44 (Dokumen Panitia Ebtanas Sekolah Menengah Farmasi TA 2002/2003 Provinsi Sumut atau Transkip Nilai Ebtanas).
Begitupun, ada yang unik dari nilai orang nomor satu di Tapteng itu.
Di dalam transkip, tidak dicantumkan tiga mata pelajaran umum Ebtanas yakni Bahasa Indonesia, Mate-Matika dan Bahasa Inggris.
Hal aneh lainnya adalah, pergantian istilah dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) ke Ujian Akhir Nasional (UAN).
Perlu diketahui, istilah penggunaan Ebtanas berlaku sejak tahun 1980-2000. Tahun 2001-2004, nama Ebtanas diganti menjadi UAN.
Pada tahun 2002, penentu kelulusan siswa adalah nilai minimal untuk setiap mata pelajaran 2,06, pada tahun 2003 siswa dinyatakan lulus jika meraih nilai minimal 3,01 pada setiap mata pelajaran dan nilai rata-rata keseluruhan minimal 6,0. Dan pada 2004, siswa dinyatakan lulus UAN jika meraih nilai minimal 4,01 pada setiap mata pelajaran dan tidak ada nilai rata-rata minimal.
Lalu, istilah UAN diganti menjadi Ujian Nasional (UN) pada tahun 2005.
Seperti halnya pada periode UAN, standar kelulusan UN setiap tahun juga berbeda-beda. Peserta UN 2005 harus meraih nilai minimal 4,25 pada setiap mata pelajaran. Siswa dapat mengulang ujian hanya mata pelajaran yang tidak lulus.
Standar kelulusan pada UN 2006 masih sama, yakni minimal 4,25 untuk tiap mata pelajaran. Selain itu, ada syarat nilai rata-rata yaitu lebih dari 4,50. Peserta yang tidak lulus UN tidak dapat mengikuti ujian ulang.
Dari salah satu teman sebayanya menyebut dia (Bakhtiar Ahmad Sibarani) bukanlah orang yang terkemuka saat itu dalam hal belajar, tetapi malah sebaliknya karena kurang disiplin bahkan masuk kategori bandal.
Sebab, sering bertengkar dengan teman sekelas maupun siswa lain yang tidak sepaham dengannya.
“Saya pernah satu kelas dengan dia (Bakhtiar Ahmad Sibarani) waktu SMP.
Dari segi kemampuan belajar waktu itu dia bukanlah orang terkemuka di kelas kami.
Dari segi kedisiplinan dia masuk kategori bandal dan sering bertengkar,” kata salah satu teman sekelasnya semasa SMP
Memasuki pendidikan atas, Bakhtiar Ahmad Sibarani sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Jalan Ferdinan Lumbantobing, Kelurahan Padang Masiang, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), namun tidak lulus.
Kepala Sekolah MAN Barus, Elmaryanti Marbun saat ditemui MAN Barus sedang tidak berada di tempat.
“Ibu Kepsek sedang tidak berada di Sekolah, Ibu sedang di Padang, sementara wakil sedang persiapan MTQ. Karena pak Bupati datang,” kata R Marbun petugas keamanan sekolah.
Di tempat lain, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Sumut, Drs Agustama, Apt, M.Kes dalam balasan suratnya kepada DPD LSM ACI-TT Nomor: 440.446/817/Dinkes/X/2017 tanggal 17 Oktober 2017 sebagai klarifikasi keabsahan Ijazah atas nama Bhaktiar Ahmad Sibarani diketahui SMF Pharmaca Medan memiliki Surat Keputusan (SK) Kadinkes Sumut No: 440.446.1/7203/IV/2002 tentang pembentukan panitia ujian akhir/Ebtanas peserta didik TA 2001/2002 tanggal 8 April 2002. Dan berdasarkan SK No: 440.446.1/7203/IV/2003 tanggal 8 April 2003 terdapat nama salah satu peserta ujian dengan Nomor urut 7 atas nama Bakhtiar Ahmad Sibarani NIS 00007 dan dari daftar nilai Ebtanas TA 2002/2003, Nomor Ujian 257, Pharmaca Medan dengan jumlah nilai 77,3 dan nilai rata rata 6, 44 dan dinyatakan lulur ujian Ebtanas dengan Nomor Surat: 37/EBTANAS/VI/2003 tanggal 10 Juni 2003 yang ditandatangani ketua Panitia Ebtanas SMF Pharmaca Medan TA 2002/2003.
Sementara izajah Bakhtiar Ahmad Sibarani keluar tanggal 1 Agustus 2003 dan terdaftar dengan Nomor: B/16/085/VIII/2003 dan ditandatangani oleh Kadinkes Sumut dan Kepala Pharmaca Medan.
“Saya tidak ada menyebut kebenaran Ijazah itu. Tetapi sesuai dengan permintaan LSM itu kami sudah sampaikan. Untuk lebih detail dan jelasnya silahkan datang ke kantor saya,” kata Agustama.
Menariknya, berdasarkan keputusan Kadinkes Sumut tahun 2002, Kepala Sekolah SMF Pharmaca Medan adalah H Amiruddin Munaf.
Tetapi yang menandatangani Ijazah Bakhriar Ahmad Sibarani adalah Drs H Ismara yang kala itu berstatus sebagai staf pengajar SMF Pharmaca Medan.
“Ini dua hal yang berbeda. Kepala Sekolah SMF Pharmaca Medan itu H Amiruddin Munaf, tetapi yang mendandatangani ijazah pak Bupati itu, Drs H Ismara. Lantas pertanyaan saya, siapa kah yang berhak mendandatangani Ijazah? Kepala Sekolah, Guru atau staf pengajar biasa?” kara Charles Pardede, Masyarakat bawah penggiat anti Korupsi.
Di sisi lain, banyak pihak yang menyesalkan terbitnya surat edaran Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Nomor: 460.1/3391/2017 tanggal 27 Oktober 2017 tentang permintaan sumbangan sosial Aparatur Sipil Negara (ASN) atau
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang beragama Kristen Katholik dan Kristen Protestan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pembkab) Tapteng.
Surat edaran itu, terkesan memaksa dan mendiskreditkan para ASN/PNS yang beragama Kristen Khatolik dan Kristen Protestan karena melakukan pemotongan gaji meskipun dilakukan berdasarkan golongan.
Potongan pada golongan I senilai Rp10.000, golongan II, Rp25.000, golongan II
Rp50.000 dan golongan IV Rp100.000.
“Saya tentang dan tidak setuju dengan keputusan itu, kesannya ada diskriminasi pada agama tertentu. Ini tidak boleh, ini salah kaprah,” kata Fernando Simanjuntak, anggota Komisi A DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar.
Menurutnya, mestinya Bupati Tapteng tidak mengeluarkan surat edaran yang justru memberikan ruang pada orang tertentu yang berkeinginan lain dalam hal ini perpecahan karena memberlakukan aturan hanya pada sebahagian orang saja.
Indikasi lainnya adalah adanya multi tafsir dari kalangan masyarakat.
“Sudah pasti ada multi tafsir dari kalangan masyarakat. Sebab, Bupati mengeluarkan surat edaran yang hanya berlaku pada Agama Kristen saja. Bicara Agama ini sangat sensitif. Tidak boleh ada aturan karena tafsiran itu salah,” tegasnya.
Dia menyebut, Komisi A DPRD Sumut akan segera menyurati dan memanggil Bupati Tapteng sekaligus meminta klarifikasi tentang surat edaran itu.
“Iya, kita pelajari dulu dan akan segera kita panggil. Sebab, tidak boleh menerbitkan aturan yang berpihak. Tidak boleh ada pengkotak-kotakan, itu melanggar azas keadilan. Melanggar semangat
persatuan sebagaimana diatur dalam UUD 1945,” terangnya.
Terpisah, Bupati Tapteng Bakhtiar Ahmad Sibarani ketika dikonfirmasi justru menantang semua pihak yang punya data dan bukti agar segera melaporkannya ke polisi biar lebih keren.
“Silahkan laporkan saja ke Polisi kalau ada bukti biar lebih keren,” katanya.
Menurut dia, dirinya tidak ada melakukan apapun.
“Saya sekolah kok, makanya saya bilang laporkan saja pada yang berwajib,” pungkasnya. (ril)