Medan (pewarta.co) – Tiga warga Aceh yang membawa 170 kg ganja dari Aceh ke Medan, Selasa(17/12) dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septebrina Silaban di PN Medan.
Ketiga terdakwa itu Mukhlis (30),Darman Bustaman(34) dan Boi Haky( 35). Tapi Boi Haky sempat mengeluarkan air mata. Dalam pertimbangan tuntutannya, JPU Septebrina Silaban menyebut bahwa hal memberatkan, perbuatan ketiga terdakwa bisa merusak para generasi muda dengan barang bukti yang sangat banyak. Ketiga terdakwa juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika.
Sedangkan hal meringankan tidak ada. “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,” pungkas Septebrina Silaban.
Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim yang diketuai oleh Irwan Effendi menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pembelaan (pledoi).
Kepada wartawan, JPU menyebut jika berhasil mengantar barang haram itu, ketiga terdakwa akan diberi upah. Upah mereka pun bervariasi.
“Boi Haky diberi upah Rp 200 ribu/kilogram. Sedangkan Darman mendapat Rp 2 juta/kilogram,” sebut Silaban. Jika ditotal, Boi Haky mendapat Rp 34 juta dan Darman Rp 340 juta. Sedangkan Mukhlis nanti akan mendapat bagian dari Darman.
Sementara mengutip dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septebrina Silaban SH mengatakan terdakwa Mukhlis bersama Darman Bustaman dan Boy Haki (berkas terpisah) pada Rabu 15 Mei 2019 merencanakan pengiriman sabu dari Aceh ke Medan, di sebuah warung kopi di Jalan Simpang Matang Samalanga Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen.
“Saat di warung Darman mengajak Mukhlis untuk ikut ke Medan mengawal orang yang membawa ganja kering. Saat itu terdakwa Mukhlis menyetujuinya. Mereka kemudian sepakat bertemu di Kampung Cet Sireuen,” kata Jaksa Septebrina Silaban.
Dengan menggunakan mobil minibus, terdakwa Darman datang menjemput Mukhlis. Saat itu, daun ganja yang sudah dibawa, bukan di dalam mobil mereka, melainkan di dalam mobil lain yang ikut bersamaan menuju Medan. Namun, saat diperjalanan menuju ke Medan, mobil mereka dirazia. Darman menghubungi temannya yang membawa ganja di mobil belakang agar sementara tidak melanjutkan perjalanan.
“Setelah aman, Darman menyuruh temannya yang tidak terdakwa kenali untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Medan dengan meyakinkan bahwa razia sudah tidak ada lagi di depan Polsek Gebang,” urai jaksa.
Sesampainya di Medan pada 16 Mei 2019, terdakwa Darman menuju persimpangan Jalan Bunga Raya, Medan Sunggal. Namun saat itu tiba tiba mobil yang dikemudikan oleh Darman diberhentikan polisi berpakaian preman dari Polda Sumut.
Namun saat diinterogasi polisi, Darman mengaku, ganja tersebut tidak ada dalam mobil yang ia bawa. Melainkan mobil minibus yang berwarna hitam yang dikemudikan rekan terdakwa.
“Polisi kemudian melakukan pengejaran terhadap mobil Avanza warna hitam tersebut, kemudian diberhentikan. Sewaktu diperiksa di dalam mobil didapat terdakwa Boi Haky dan ditemukan 5 karung goni berisi 170 bal daun ganja kering seberat 170 kg,” ujar jaksa. (TA/red)