Medan (Pewarta.co)-Lebih dari 1.300 pelaku usaha mikro kecil, dan menengah diundang untuk mengikuti dialog sekaligus sosialisasi PP-23 Tahun 2018.
Sosialisasi kepada wajib pajak yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara (Sumut) bersama Ikatan Konsultan Pajak lndonesia (IKPI) Sumut berlangsung di Stella Hall, Hermes Place Convention, Jalan Mongonsidi Medan, Kamis, (2/8/2018).
Dalam kegiatan bertajuk Local Heroes Spectacular itu, Kanwil DJP Sumatera Utara I dan IKPI Sumut menggelar Dialog Interaktif Perpajakan PP Nomor 23 Tahun 2018.
Robert Pakpahan selaku Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) tampil sebagai nara sumber dan menghadirkan komika tunggal, Cak Lontong.
Hadir di sana Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Penerimaan Pajak (P2Humas) DJP Hestu Yoga Saksama, Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut I Mukhtar, Kakanwil DJP Sumut II Tribowo, Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Sumut Koennady, Yustinus Prastowo (CITA), John Hutagaol (Direktur Perpajakan Internasional) dan Leonard Tarigan (Klik46).
Robert Pakpahan dalam paparannya mengatakan, pajak UMKM turun jadi 0,5 persen berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018, sebelumnya berdasarkan PP nomor 46 Tahun 2013 sebesar 1 persen.
Penurunan ini meringankan pelaku usaha yang gilirannya, investasi mereka akan meningkat karena ringannya Pajak Penghasilan (PPh) final hanya 0,5 persen.
Itu artinya, dana yang ada bisa dialihkan ke investasi dan pengembangan usaha.
“Kami berharap dalam beberapa tahun pelaku usaha bisa naik kelas,” ujar Robert.
Robert mengakui penerapan Pajak UMKM 0,5 persen yang diberlakukan sejak 1 Juli 2018 berdampak terjadinya kehilangan penerimaan (potential lost) sebesar Rp1 triliun – Rp1,5 triliun.
Namun ini diperkirakan hanya enam bulan saja (Juli-Desember 2018).
Sebab, yang diharapkan DJP adalah jangka panjang dimana akan bertambahnya UMKM masuk ke sistem.
Terkait perkembangan penerimaan pajak tutur Robert, semester I 2018 atau dalam jangka waktu Januari sampai dengan Juni 2018, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 581.54 triliun atau 40.84% dan target yang telah ditetapkan.
Jika dibanding dengan periode yang sama pada tahun 2017, penerimaan pajak tumbuh sebesar 13,99%.
“Namun, jika kita mengecualikan penerimaan uang tebusan Amnesti Pajak yang diterima pada semester I 2017, pertumbuhan kita mencapaI 16.73%. Dari seluruh jenis pajak. PPh Non Migas mengalami pertumbuhan paling tinggi sebesar 14.85% jika memperhitungkan uang tebusan Amnesti Pajak atau 19.86% jika penamaan uang tebusan tahun lalu dikecualikan,” kata Robert yang lahir di Tanjungbalai pada tanggal 20 Oktober 1959 ini.
Robert menambahkan, perlu diketahui bersama sebelum pemerintah memutuskan untuk memberikan kemudahan dari segi tarif bagi pelaku UMKM, ada beberapa hal yang menjadi perhatian pemerintah terkait UMKM.
Pertama UMKM tulang punggung perekonomian.
“Ekonomi kita didominasi UMKM dari beberapa segi dengan jumlah unit usaha 98.8% dari total unit usaha, tenaga kerja 96.99% dari total tenaga kerja dan produk domestik bruto 60.3% dari PDB,” tambahnya.
Robert menyatakan, resiliensi, khususnya Usaha Mikro & Kecil termasuk cukup baik.
Ketika usaha besar mulai melambat, usaha mikro kecil cukup stabil dalam hal pertumbuhan PDB.
Kemudian dari segi kontribusi penerimaan pajak, pembayamn PPh UMKM (PPh Final) pada tahun 2017 berkontribusi sebesar 2.2% terhadap total penerimaan PPh yang dibayar sendiri oleh WP (WP Badan dan WP OP).
“Meskipm kontribusinya relatif kecil, penerimaan PPh UMKM (PPh Final) menunjukkan tren peningkatan pada periode 2013-2017. Pembayaran oleh WP OP menunjukkan tren pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pembayaran oleh WP Badan,” ungkap Robert Pakpahan.
Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Sumatera Utara I, Mukhtar menyebutkan, PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu mengatur pengenaan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto (omzet) sampai dengan Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
“Ketentuan ini merupakan perubahan atas ketentuan pengenaan PPh Final sebelumnya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2013,” sebut Mukhtar.
Mukhtar menjabarkan, sejak berlakunya tarif PPh Final sebesar 1% sesuai PP Nomor 46 sampai dengan akhir 2017, jumlah Wajib Pajak di Kanwil DJP Sumatera Utara I yang membayar PPh Final khusus UMKM terus bertumbuh tiap tahunnya.
Pertumbuhan paling besar terjadi di Tahun 2017, yaitu sebesar 42,90% dibanding Tahun 2016. Dengan penurunan tarif PPh Final menjadi 0,5%.
“Kita harapkan semakin banyak pelaku UMKM yang melaksanakan kewajiban perpajakannya,” harap Mukhtar.
Disebutkannya, penurunan tarif dimaksudkan untuk mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi dengan memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada pelaku UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Menurutnya, penurunan tarif PPh menjadi 0,5% juga membuat pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang Iebih besar dalam mengembangkan usaha dan melakukan investasi.
Adapun pokok-pokok perubahan yang diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 yaitu: Penurunan tarif PPh Final dari 1% menjadi 0,5% dari omzet. yang wajib dibayarkan setiap bulannya.
Mengatur jangka waktu pengenaan tarif PPh Final 0,5% adalah : Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu selama 7 tahun.
Kemudian untuk Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer atau Firma selama4 tahun selanjutnya untuk Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas selama 3 tahun. (gusti)