Medan (Pewarta.co) – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Kota Medan menolak Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Izin Gangguan sebelum diterbitkannya peraturan pengganti yang dapat menjaga nilai – nilai budaya Indonesia dan norma – norma keagamaan di kota Medan serta tidak menjauhkan dunia usaha dari kontrol masyarakat.
“Terhadap rancangan perda tentang pencabutan perda Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Izin Gangguan, Fraksi PKS menolak mencabut peraturan daerah ini sebelum diterbitkannya peraturan pengganti yang dapat menjaga nilai – nilai budaya indonesia dan norma – norma keagamaan di kota medan serta tidak menjauhkan dunia usaha dari kontrol masyarakat,” jelas juru bicara Fraksi PKS, H.Rajudin Sagala, S.Pd.I dalam rapat paripurna yang beragandakan penyampaian laporan pansus, pengambilan keputusan/pengesahan dan penyampaian pandangan fraksi di ruang rapat paripurna, Senin (29/7/19).
Terkait penolakannya ini, Fraksi PKS menyampaikan sejumlah catatan penting diantaranya, keberadaan peraturan daerah tentang izin gangguan adalah sebagai mekanisme kontrol dari masyarakat terhadap dunia usaha agar tidak merugikan hak – hak masyarakat, masih banyak usaha di kota Medan yang berbeda antara izin usaha dengan aktivitas usaha yang dilakukan akibatnya seringkali menimbulkan konflik di masyarakat
“Kami sangat menyayangkan menteri dalam negeri mengeluarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 19 tahun 2017 tentang mencabut izin gangguan karena kami menilai dengan dicabutnya izin usaha akan menjauhkan dunia usaha dari kontrol masyarakat. Karena dunia usaha tidak serta merta sesuai dengan budaya ketimuran yang ada di Indonesia. Ada karaoke beridiri disamping masjid, pabrik didirikan di daerah pemukiman dan lain sebagainya. Apalagi kedepan, bisa saja pengusaha mendirikan usaha dengan membawa budaya dari negara asalnya sementara hal itu bertentangan dengan budaya yang di Indonesia karena mereka tidak mengerti tentang budaya yang ada di indonesia. kami menyesalkan pencabutan peraturan tentang izin gangguan ditengah lemahnya pengawasan pemerintah kota medan terhadap dunia usaha yang seringkali melanggar izin yang diberikan,” jelasnya.
Fraksi PKS juga menilai menyelamatkan budaya ketimuran indonesia dan norma – norma keagamaan di Indonesia jauh lebih penting daripada menghapus izin gangguan yang dinilai sebagai penghambat dunia usaha. “Kami tidak mau budaya luar mengintervensi apalagi menguasai dan menggantikan budaya ketimuran di negara kesatuan republik Indonesia,” tegasnya.
Tidak hanya itu, alasan pengurusan izin gangguan menyebabkan inefisiensi bagi dunia usaha tidaklah serta merta dapat dibenarkan. Fakta di lapangan yang sering terjadi menunjukkan bahwa birokrasi yang berbelit lah sebagai salah satu penyebab inefisiensi maka seharusnya birokrasinya yang harus diperbaiki. “Kami menyampaikan bahwa fraksi PKS bukanlah anti terhadap dunia usaha dan investasi namun kami menginginkan bahwa arus modal yang masuk tidak boleh mengorbankan sesuatu yang lebih besar sebagai yang kami sebutkan diatas,” jelasnya.
Disampaikan Rajudin, pencabutan Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan merupakan amanah dan implementasi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2017 tentang pencabutan Permendagri Nomor 27 Tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 22 Tahun 2016 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 27 Tahun 2009 tentang penetapan pedoman izin gangguan di daerah yang pada pokoknya menyatakan bahwa peraturan tersebut diatas sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan semangat kemudahan dunia usaha dalam hal perizinan. (Dik/red)