Asahan (Pewarta.co) – Setelah melengkapi berkas dan dokumen lainnya, akhirnya Masyarakat Peduli Demokrasi melaporkan PS, oknum komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Asahan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumut.
“PS kita duga telah melakukan pelanggaran integritas dan kode etik. Atas dasar ini kita melaporkan ke KPU dan Bawaslu Sumut, Senin (8/1/2024),” ungkap Susilawadi Ketua Masyarakat Peduli Demokrasi kepada Pewarta.co, Selasa (9/1/2024).
Susilawadi mengatakan, pelaporan buntut peristiwa pada tahun 2017 di Bawaslu Sumut. Saat itu sedang dilakukan rekrutmen panwas kabupaten/kota untuk melaksanakan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara.
“Ketika itu, PS ikut sebagai peserta seleksi Panwas Kabupaten Asahan,” ujarnya.
Susilawadi melanjutkan, pada proses perekrutan, PS disinyalir melakukan suap kepada salah satu anggota Bawaslu Sumut dan staf Bawslu Sumut. Suap bertujuan agar nama PS lulus menjadi anggota Bawaslu Asahan.
Namun, saat pengumuman nama PS tidak ada. Hal ini membuatnya berang dan membuat laporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menyikapi laporan, DKPP menggelar rapat dan memeriksa pihak-pihak terlapor.
Hasilnya, DKPP mengeluarkan surat putusan Nomor : 144/DKPP-PKE-VI/2017, yang menyatakan staf Bawaslu Sumut ada menerima uang dari PS. Staf Bawaslu Sumut yang kemudian diketahui berinisial JT, dikenakan sanksi peringatan keras. Sedangkan PS, setelah beberapa tahun atau tepatnya tahun 2023 mengikuti rekrutmen KPUD Asahan. PS pun diumumkan lulus.
Menurut Susilawadi, perbuatan PS menyuap staf Bawaslu Sumut tidak hanya merupakan pelanggaran kode etik namun juga perbuatan tindak pidana. Dalam kasus ini, PS si pemberi suap bukanlah sebagai korban tetapi adalah pelaku dan seharusnya menerima sanksi.
“Tetapi setelah terbukti melakukan penyuapan, PS malah lulus menjadi komisioner KPUD Asahan,” ucapnya.
Susilawadi melanjutkan,
lulusnya PS menjadi komisioner KPUD Asahan membuat dirinya menilai KPU RI tidak cermat. Bila melihat latar belakang, maka PS seharusnya tidak layak karena integritasnya diragukan.
Susilawadi menambahkan, dirinya berharap KPU Sumut merespon pelaporan dirinya. Tidak hanya itu, PS juga hendaknya di nonaktifkan sementara, demi terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil serta bermartabat.(mora/red)