Medan (pewarta.co) – Para saksi yang dihadirkan pihak Koperasi TKBM Upaya Karya (Tergugat I) dan Ahli yang dihadirkan pihak Otoritas Pelabuhan (OP) Belawan (Tergugat II) dalam persidangan perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan, pekan lalu dinilai tidak kompeten dan terkesan menutup-nutupi.
Hal itu ditegaskan Tim Kepala Legal Hukum dari PT Sukses Aulia Niaga (SAN) Ipan Suwandi SH kepada wartawan, Senin (31/10/2022).
Sehingga, menurut Ipan, substansi perkara tidak terbongkar di persidangan yang mana inti dari gugatan PT SAN ialah adanya penghadangan yang dilakukan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat terhadap buruh-buruh PT SAN yang ingin melakukan pengerjaan bongkar muat semen.
“Padahal izin-izin dari Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat upaya karya telah mati (illegal) dan Otoritas Pelabuhan Belawan yang fungsinya sebagai pengawas mendiamkannya bahkan
mendukung praktek illegal tersebut,” tegasnya.
Dikatakannya, sesuai dengan keterangan saksi ahli dari pihak Otoritas Pelabuhan (OP) Belawan berdasarkan SKB 2, Dirjen I Deputi, Otoritas Pelabuhan (OP) Wajib mengeluarkan Surat Rekomendasi kepada Koperasi untuk berkegiatan di Pelabuhan dan Buruh/Pekerja harus di Registrasi untuk Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan.
Apabila hal itu tidak ada ataupun sudah berakhir masa berlaku nya, maka berarti keberadaannya tidak sesuai (illegal). Dikarenakan menurut keterangan saksi dari Koperasi TKBM Upaya Karya (Tergugat I), bahwa Kartu Tanda Anggota (KTA) Mereka telah berakhir pada tahun 2020.
“Dan pihak Koperasi TKBM Upaya Karya (Tergugat I), tidak dapat menunjukkan Surat Rekomendasi yang harus Mereka miliki untuk dapat berkegiatan di Pelabuhan Belawan,” sebutnya.
Sementara, PT SAN yang dikomandoi oleh M Yudha Nugraha, ST mengatakan, bahwa Gugatan yang dilakukan oleh PT SAN bukan semata untuk kepentingan perusahaan saja tetapi untuk membuka tabir kerugian negara, kerugian masyarakat dan kerugian dari tenaga kerja bongkar muat (TKBM) itu sendiri.
Yudha menegaskan pihak PT SAN juga akan menghadirkan Ahli pada persidangan berikutnya untuk membongkar substansi perkara dan memperkuat fakta persidangan yang masih terkesan ditutup-tutupi adanya kerugian negara tersebut.
“Sudah terbukti juga dalam persidangan, bahwa yang berhutang kepada Buruh/Pekerja TKBM bukanlah PT SAN, melainkan UUJBM Koperasi. Sangat keliru jika Buruh/Pekerja TKBM menuntut kepada PT SAN yang selama ini telah membayar kepada Koperasi TKBM Upaya Karya jauh dari pada yang diterima oleh Buruh/Pekerja TKBM,” sebutnya.
Dirinya mencontohkan, untuk bongkar muat semen yang ditagihkan Koperasi TKBM Upaya Karya kepada PT SAN sebesar Rp44.000,-/ton/m3. Akan tetapi upah yang dibayarkan koperasi TKBM Upaya Karya kepada Buruh/Pekerja TKBM hanya Rp25.000,-/ton/m3.
“Apalagi juga terbukti selama ini sebagian besar Buruh/Pekerja TKBM yang bekerja di lapangan tidak dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang merupakan bagian dari K3. Mirisnya hal tersebut seolah dibiarkan oleh pihak terkait,” ujarnya.
Ditambahkan, Rizky Irdiansyah, S.H.I yang juga kuasa hukum dari PT SAN, menegaskan bahwa hal ini sangat merugikan perusahaan bongkar muat, Masyarakat dan Negara, serta telah melanggar peraturan yang dibuat kementerian ketenagakerjaan.
“Dan lebih parahnya lagi, Otoritas Pelabuhan Belawan malah membiarkan dan tidak memberikan sanksi padahal tugas dan fungsi Otoritas Pelabuhan adalah Pengawasan,” imbuhnya.
Lebih jauh disampaikannya, PT SAN melalui Tim kuasa hukum nya berterima kasih kepada para majelis hakim yang telah mengabulkan permohonan PT SAN menghadirkan saksi ahli pada persidangan pada 3 November 2022 mendatang.
Dikarenakan terindikasi banyak sekali
dugaan permainan mafia pelabuhan yang ada di pelabuhan Belawan.
“Dan Kami juga berharap kepada para penegak hukum baik dari Mabes Polri, Polda Sumut dan Kejati Sumut, dan kepada Bapak Kapolda Sumut Irjen. Pol. Drs RZ Panca Putra Simanjuntak, Bapak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Bapak Presiden Joko Widodo untuk memberantas mafia pelabuhan Belawan yang telah merugikan Negara,” ketusnya.
Dimana pada persoalan serupa pernah terjadi tindakan hukum pidana pada tahun 2016 terkait Tindak Pidana berupa Pemerasan dengan ancaman dan Tindak Pidana Pencucian uang (Pasal 368 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Apalagi sudah jelas saat ini yang menjadi ketua koperasinya adalah mantan terpidana, akan tetapi masih dipercaya menjadi ketua koperasi dan juga mengurus transaksi ratusan miliar setiap tahun dengan menggunakan fasilitas dan perangkat negara dan tidak ada yang masuk ke Negara,” pungkas Rizky. (red)