Langkat (Pewarta.co)-Kebun karet (rambung) seluas 65 hektar milik Frimsa Bahtera Artedi Peranginangin (32) di Dusun Patok 18, Desa Paya Tusam, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat Sumatera Utara, dirusak alat berat yang dikawal pria berkelewang, Rabu (19/01/2022) siang.
Tak terima lahannya dirusak, Frimsa bersama beberapa warga lalu menghentikan aktivitas alat berat dan mendapatkan kebunnya sudah dilingkupi parit sepanjang ratusan meter serta rusaknya ratusan batang pohon karet miliknya.
Salah seorang pria berkelewang mengaku bernama Asri mengatakan, dia diperintah DK untuk membuat tapal batas disana. Pria berpostur kecil itu mengaku, kalau dirinya tidak mengetahui secara pasti status lahan tersebut.
“Aku cuma diperintahkan DK kerja di lahan ini. Siapa tadi yang nyuruh operator berhenti kerja,” tanya Asri kepada M Ali Nafiah Matondang kuasa hukum Frimsa sembari menenteng kelewang di tangan kirinya.
Setelah sempat terjadi perdebatan, Asri menjelaskan kalau dirinya tidak pernah melihat legalitas tanah dari DK. Dia akhirnya sepakat menghentikan pekerjaannya, setelah Frimsa menunjukkan legalitas kebunnya.
Kuasa hukum Frimsa menegaskan, aktivitas alat berat di sana harus dihentikan. Mengingat, pihak yang diduga melakukan penyerobotan lahan tak pernah hadir dan menunjukkan legalitasnya.
“Dalam proses pelingkupan lahan seluas 65 hektar ini, tidak dilengkapi degan bukti secara legal yang sah. Dengan sangat terpaksa, kita minta operator alat berat untuk menghentikan aktivitas ini,” jelas Ali.
Selama ini, lanjut pria bertubuh tinggi itu, klieannya (Frimsa) yang menguasai fisik lahan itu. Tanamannya juga rusak karena aktivitas alat berat. “Dalam hal ini, klien kami sudah sangat dirugikan oleh pihak DK,” terang Ali Nafiah.
Kadiv SDA LBH Medan itu sangat menyesali ulah Asri yang mengawal pengerjaan tersebut dengan menenteng kelewang.
“Ini bisa berpotensi melakukan pelanggaran tindak pidana undang-undang darurat. Mereka sudah sangat meresahkan masyarakat sekitar. Kalaulah ini orang suruhan DK, maka DK juga bisa kita duga melakukan tindak pidana yang sama,” tegasnya.
Lulusan Magister Hukum UISU itu menambahkan, kliennya mangantongi alas hak yang dikeluarkan oleh Kemendagri pada tahun 1974.
“Saya mengimbau kepada klien kami ini, agar tidak berbuat lebih jauh. Kita akan menempuh upaya hukum,” sebutnya.
Pada kesempatan itu, Frimsa mengatakan, usia tanaman rambungnya sudah memasuki enam tahun. Dia mengaku, sudah seminggu lebih DK melakukan penyerobotan di kebunnya.
“Ratusan batang rambungku dirusak oleh orang suruhan DK. Karena dah dirusaknya tanaman aku, ya harus digantinya lah,’ kesal Frimsah. (AViD/AR)