Medan (Pewarta co) – Anggota DPRD Kota Medan, Renville Pandapotan Napitupulu ST kembali menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Kemiskinan di dua lokasi berbeda, Sabtu (20/11/21). Namun pada sosialisasi pertama yang digelar di Jalan Perkutut, Kel. Helvetia Tengah, Kecamatan Medan Helvetia, wakil rakyat dari Dapil I Medan ini merasa sangat dikecewakan dengan sikap pihak Dinas Sosial (Dinsos) Kota Medan.
Pasalnya, tidak satupun perwakilan dari dinas tersebut menghadiri acara ini. Padahal, Dinas Sosial merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemko Medan yang tupoksinya paling berperan dalam pelaksanaan Perda Penanggulangan Kemiskinan.
“Kita tentu saja kecewa dan mempertanyakan alasan ketidakhadiran mereka (pihak Dinsos Medan, red). Padahal sebelumnya kita telah mengundang mereka karena kehadiran mereka sangat penting untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait dengan Perda Penanggulangan Kemiskinan ini,” ujar Renville P. Napitupulu.
Karenanya, Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Medan ini berharap ada evaluasi dari pihak Pemko Medan terhadap jajaran Dinas Sosial dan OPD lainnya yang tidak menghadiri kegiatan Sosialisasi Perda.
Sementara dalam sosialisasinya, Renville Napitupulu menjelaskan, masyarakat harus tahu dan memahami kriteria orang-orang yang tergolong dalam kelompok tidak mampu atau miskin, sehingga layak mendapat bantuan dari pemerintah.
“Sesuai aturan pemerintah, ada 14 kriteria orang atau kekuarga yang dikatakan miskin, salah satu kriterianya rumah berlantaikan tanah. Nah kehadiran pihak dinas sosial sangat perlu untuk memberikan penjelasan lebih rinci sehingga masyarakat paham. Makanya kita kecewa mereka tak hadir,” ungkap Renville.
Demikian juga, imbuh dewan Komisi IV DPRD Medan ini, penjelasan terkait dengan proses verifikasi dan validasi data warga yang bisa masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga layak atau tepat sasaran sebagai penerima bantuan dari pemerintah.
“Jadi warga yang masuk DTKS itu ada proses seleksinya. Mulai dari pendataan oleh kepela lingkungan, kemudian data diverifikasi ke dinas sosial, selanjutnya hasil ferivikasi itu di kirim ke kelurahan untuk dilakukan musyawarah kelurahan (muskel) guna menetapkan warga yang maauk DTKS,” ujar Renville.
Meskipun telah masuk DTKS, tegas Renville, tidak serta merta langsung mendapat bantuan. “Nanti ada lagi penentuan skala prioritas, sesuai dengan kemampuan anggaran yang tersedia,” ungkap anggota dewan dari Fraksi Hanura, PSI dan PPP (HPP) DPRD Medan itu.
Ia menambahkan, bantuan dari pemerintah itu terbagi dua, yakni bantuan karena bencana, seperti bantuan yang diterima saat awal Covid-19 dulu, dan bantuan setiap bulan/tahun, seperti bantuan PKH (Program Keluarga Harapan). “Jadi, masyarakat harus bisa memahami bahwa tidak semua bantuan kita dapat,” kata Renville.
Sekarang ini, lanjut Renvile, warga tidak bisa sembarangan dapat SKTM (surat keterangsn tidak mampu), karena warga tak mampu harus masuk DTKS. “Makanya DTKS ini selalu divefikasi dan divalidasi. Sebab, ada warga yang sudah meninggal atau sudah mampu, harus dicoret. Jadi di sinilah peran kepling bersikap bijaksana melakukan pendataan,” tegas Renville.
Sementara itu, dalam sesi tanya jawab, seorang warga, boru Hasibuan, penduduk Jalan Beringin, Medan Helvetia, mengaku di rekening biasa dia menerima bantuan dari pemerintah, sudah setahun kosong. “Saya sudah urus ke kantor dinas sosial, tapi tak juga selesai sampai sekarang,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan warga lainnya, Sutinah, penduduk Jalan Perkutut Gang Mesjid, Medan Helvetia, yang mengaku dirinya belum pernah mendapat bantuan sama sekali dari pemerintah. “KTP dan KK saya dikumpulkan Kepling, tapi gak juga dapat bantuan sekalipun,” ungkapnya.
Menyikapi warga yang mengaku tak dapat bantuan dan tak masuk data DTKS, Renville minta Kepling bersangkutan untuk menelusurinya. “Terutama warga yang tak masuk DTKS, padahal mereka benar-benar tak mampu,” tegas Renville.
Di sisi lain, M. Simanjuntak, warga Jalan Perkutut, mempertanyakan apakah benar pengguna BPJS ada batasan waktu tertentu dirawat di rumahsakit, dan disuruh pulang dulu setelah 3 hari dirawat meski belum sehat. “Dan disuruh balik lagi untuk dirawat, seperti yang dialami keluarga kami ysng dirawat di RS. Adam Malik, Medan,” ungkapnya
Menjawabnya, perwakilan BPJS Kesehatan Medan yang hadir, Faisal Azhar Akbar, menjelaskan bahwa untuk kasus disuruh pulang itu tentunya harus ada hasil cek dokter, apakah pasien sudah sehat atau belum. “Tapi jika belum sehat dan disuruh pulang, bisa dikonfirmasi atau ditanya ke bagian BPJS di rumahsakit dimaksud, kenapa disuruh pulang,” pungkasnya.
Dalam kegiatan sosialisasi yang tetap menerapkan prokes itu turut dihadiri Camat Medan Helvetia Alexander Sinulingga, perwakilan BPJS Kesehatan Medan Dendy Diarsyah Hasibuan, perwakilan Dinas Perkimtaru Medan Herbert Panjaitan, perwakilan Dinas Pendidikan Riki Priyandi dan Anita, Kepala Puskesmas Helvetia dr. Putri Dewi Hilmi, Lurah Helvetia Tengah Naikma M, dan puluhan Kepling serta seratusan warga.
Selanjutnya pada hari yang sama, Renville Napitupulu kembali melaksanakan sosialisasi sesi kedua yang digelar di Puskesmas Pembantu Sei Agul Jalan Danau Singkarak Gg Saudara No 53 Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat. (Dik/red)