Simalangun (Pewarta.co)- Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tetap berkomitmen dalam mendukung Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya mencegah tindak pidana korupsi di Tanah Air.
Hal ini dikatakan Wagub Musa Rajekshah saat mengikuti webinar SPI 2021 dari Mess Pora Pora Tengku Rizal Nurdin di Jalan Ihan Pora Pora, Kelurahan Tigaraja, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Simalungun, Kamis (14/10/2021).
Wagub menjelaskan, komitmen ini penting untuk memberikan penilaian terhadap kinerja aparatur Pemprov Sumut, apakah telah bekerja dengan baik atau tidak. Dia juga menyambut baik survei ini untuk dilaksanakan secara daring maupun luring.
“Kalau bisa kami di Sumut dilakukan survei setiap tahun. Hasilnya pun perlu dipublikasikan, supaya bisa menjadi beban untuk kita melakukan perbaikan,” ungkap Musa Rajekshah.
Menurutnya, pemerintah daerah memang membutuhkan koreksi terkait sistem pemerintahan yang tengah dijalankan. Namun Musa Rajekshah memberikan saran, kalau bisa kuisioner yang diberikan agar dapat lebih disajikan secara lebih spesifik.
Bahkan, lanjutnya, sebagai kepala daerah juga perlu menerapkan sistem reward dan punishment untuk meningkatkan kinerja bawahan. Tentunya melalui hasil survei yang dilakukan ini terlebih dahulu dievaluasi untuk selanjtnya diperbaiki.
“Bagaimana progressnya juga harus kita lihat, tapi kalau tidak juga ada perbaikan mau tidak mau akan kita geser,” tegas Musa Rajekshah yang akrab disapa Ijeck.
Disampaikan juga, sebelum mengikuti webinar dirinya bersama KPK dan beberapa Kepala Daerah di Sumut baru saja menggelar rapat koordinasi pemberantasan korupsi. Dari rapat itu disebutkan bahwa upaya pencegahan memang harus lebih dikedepankan untuk memberantas korupsi sebelum dilakukan penindakan. “Survei ini tentunya harus dapat dilakukan dengan kejujuran,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan, SPI ini dilakukan untuk melibatkan pastisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. “Akan tetapi indeks SPI bukan semata-mata untuk menghakimi tetapi bertujuan untuk perbaikan. Jadi bila indeks yang didapatkan tinggi atau rendah harus segera dilakukan untuk pencegahannya,” terangnya.
Alexander menyebutkan, dari hasil penilaian yang telah dilakukan KPK, dari berbagai potensi korupsi yang terjadi di daerah, mulai dari suap hingga nepotisme dalam penerimaan pegawai, pengadaan barang dan jasa adalah yang paling tinggi. Bahkan, sebut dia, potensinya mencapai angka 80 % lebih.
“Untuk itu kami berharap dukungan dalam survei ini baik dari internal pemerintahan maupun dari masyarakat agar mengisi kuisioner dengan sejujurnya. Karena hal ini akan menjadi acuan kami di KPK untuk ditindaklanjuti dalam melakukan perbaikan tata kelola,” ucapnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyatakan, pengukuran integritas ini penting bagi pemerintah untuk memetakan kondisi integritas dan capaian pencegahan korupsi. Untuk mengukur hal itu adalah melalui SPI.
“SPI ini telah mulai dilakukan sejak 2016. BPS sendiri berperan sebagai pembina statistik sektoral membantu KPK dalam pelaksanaannya,” katanya.
Akan tetapi pada tahun 2020, akibat pandemi Covid-18, SPI tidak lagi bisa dilakukan secara langsung. Survei pun kemudian harus dilaksanakan secara daring.
“Tapi mulai tahun 2021 ini saya memberikan apresiasi yang besar kepada KPK karena telah dapat melakukan survei secara mandiri,” tandasnya.
Turut hadir dalam webinar ini, beberapa perwakilan kepala daerah dari Kabupaten/Kota di Indonesia, perwakilan Kemenkes dan lainnya. (red)