Jakarta (Pewarta.co)-Pemerintah kembali memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat ( PPKM ) di Jawa – Bali hingga 23 Agustus. Keputusan itu diumumkan Kordinator PPKM , Luhut Binsar Pandjaitan, dalam paparan media secara virtual, Senin (16/8/2021) malam.
“PPKM level 4, 3, dan 2 di Jawa-Bali akan diperpanjang sampai 23 Agustus,” kata LBP.
Kita bisa memahami putusan itu meskipun jelas kondisi itu tidak ideal. Terutama bagi masyarakat yang selama ini mendapatkan nafkah hanya jika beraktifitas setiap hari.
Namun, kita berharap masyarakat memahami tujuan PPKM demi melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa mereka dari ancaman virus Covid19 yang mematikan itu. Ibarat pepatah “bersakit- sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”
Langkah pemerintah harus kita dukung karena sudah menunjukkan konsistensi menempatkan keselamatan jiwa sebagai hukum tertinggi.
Penjelasan Koordinator PPKM Jawa semalam menunjukkan tingkat kewaspadaan yang tinggi melindungi rakyat.
LBP tampak cool di layar televisi semalam. Sudah jauh berubah, sudah beraura pamong, lebih bersahabat menyapa. Dibandingkan bulan lalu, misalnya. Yang ngotot bilang pandemi Covid19 terkendali.
Sudah waktunya pemerintah bicara apa adanya kepada rakyat.
Misalnya, soal data minggu terakhir yang menunjukkan adanya penurunan kasus 19 Covid-19 dibandingkan bulan lalu yang dianggap puncak pandemi. Kasus positif memang pernah menyentuh angka 60 ribu orang. Jumlah kematian pun pernah mencapai posisi tertinggi di dunia. Semua itu terkonfirmasi oleh data RS yang lumpuh tak mampu menampung jumlah pasien yang meledak.
Juga, terkonfirmasi lewat ambulans yang mengantar jenasah untuk dimakamkan, mengantre hingga dinihari. Di Jakarta saja Gubernur DKI Anies Baswedan sampai membuka lahan pemakaman baru untuk menampung ledakan korban Covid19 yang wafat.
Ada petunjuk kondisi membaik setekah PPKM 45 hari. Indikadi itu sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehari sebelumnya. Ia mengumumkan bed occupancy rate ( BOR) atau tingkat keterisian RS yang selama ini menjadi salah satu indikator selama PPKM.
Jokowi menyebut BOR nasional pada angka 48 persen.
” Alhamdulillah BOR di Jakarta sudah berada di kisaran 29,4 persen, di Jawa Barat 32 persen, di Jawa Tengah 38,3 persen, di Jawa Timur 52,3 persen,” kata Jokowi dalam siaran YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).
Adapun di Banten tercatat 33,4 persen; di DIY 54,7 persen ; BOR di Wisma Atlet juga sudah turun di angka 19,64 persen, tambahnya.
Beberapa indikasi termasuk yang disitir oleh Jokowi sebenarnya belum bisa dikatakan memadai. Penurunan jumlah kasus positif, harap dipahami, itu bukan lantaran virus sudah pergi, sudah sirna. Penurunan itu terjadi karena sebagian warga patuh tidak ke luar rumah. Coba saja ke luar rumah dan berlaku biasa kalau mau menguji “tesis” itu.
Faktanya, PPKM yang berlangsung sejak awal juli, dengan 6 kali perpanjangan, belum sepenuhnya memberi hasil yang memuaskan.
Masih perlu perjuangan berat untuk bisa mengatakan ” terkendali” apalagi mau bilang ” sukses”.
Update harian Satgas Covid19 Senin (16/8/2021) angka positif 17.384 –sehingga total 3.871.738. Sedangkan yang wafat 1.245 jiwa (118.833). Angka yang sembuh memang agak melegakan.
Hari itu jumlah yang sembuh total 3.381.884
Saat Presiden Jokowi mengumumkan pertama kali PPKM Darurat (berlaku 3 – 20 Juli )pada tanggal 1 Juli lalu begini datanya.
Update harian Covid 19 hari itu mencatat rekor kasus baru Corona sebanyak 24.836 kasus positif. Sebanyak 9.874 pasien sembuh dan 504 wafat. Sehingga total
kasus positif sejak pandemi di Tanah Air ( Maret 2020 hingga 1 Juli 2021) mencapai 2.203.108. Sedangkan yang wafat mencapai 58.995 jiwa.
Yang tercatat sembuh 1.890.287 orang. Jika kita hadapkan data 1 Juli itu dengan data per Senin, 16 Agustus, cukup beralasan untuk mengatakan keadaan belum baik- baik saja.
Coba periksa angka kematian, lonjakannya justru 100 % selama 45 hari berbanding angka wafat selama 16 bulan.
Sudah dijelaskan oleh ahli epidemilogi, virus Delta varian baru ini, ganas. Menciptakan klaster keluarga. Itu sebabnya jumlah yang terpapar main ” borongan”, meningkat secara signifikan. Angka kesembuhan memang cukup melegakan. Terus mengalami perbaikan dengan prosentasi antara 80-85 %.
Presiden Jokowi melihat titik cerah pada vaksinasi. Maka, dia meminta supaya vaksinasi digenjot 2 juta / hari. Namun, sudah lebih sebulan sejak target dicanangkan belum sekali pun pernah dicapai. Kecuali DKI, urusan vaksin di berbagai daerah masih kedodoran. Kendalanya stock, keterbatasan nakes, dan warga yang tinggal berpencaran di provinsi luar Jawa, menjadi kendala serius. Begitu pun dengan program testing yang juga lebih sering di bawah target pencapaiannya. Bantuan sosial yang sering tersendat distribusinya harus segera diselesaikan.
Alhasil, hanya DKI yang memenuhi syarat pelonggaran PPKM.
Itu sebabnya beberapa hari ini muncul usulan itu dari berbagai pihak. Pengusul tampaknya tidak menyadari posisi rentan Jakarta.
DKI memang diuntungkan oleh
wilayah yang hanya seluas 661,5 km2. Penduduk banyak dan padat, menetap di wilayah yang mudah dijangkau karena saling terhubung dengan pelbagai moda transportasi. Keadaan itu membuat program vaksinasinya mencapi target sebulan lebih cepat. Tetapi, seperti yang pernah saya terangkan, kelebihan itu sekaligus menjadi kelemahannya. Menghadapi virus Covid19, Jakarta bak kotak korek api berisi penuh pentul korek. Satu pentol terbakar satu kotak korek bisa habis. Baru bulan lalu Jakarta alami kondisi yang mengenaskan.
Bukan hanya LBP yang kini rasional. Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin (BGS) pun berpandangan ke depan.
“Pandemi ini tidak akan hilang dengan cepat, mungkin akan berubah menjadi epidemi dan kita mesti hidup dengan mereka bisa 5 tahun bisa 10 tahun, bisa juga lebih lama dari itu,” jelasnya dalam siaran pers live di YouTube, Senin (16/7/2021).