Stabat (Pewarta.co)-Pernyataan Humas BPN Kabupaten Langkat Mardame Pasaribu terkait permohonan surat keterangan areal di luar/di dalam Hak Guna Usaha (HGU), sebagai syarat beberapa kelompok tani (Poktan) yang sedang mengajukan progam bantuan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari Presiden Jokowi, terkesan berbelit-belit saat ditemui di Kantor BPN Langkat, Selasa (2/3/2021).
Pasalnya, setiap kali ditanya poktan terkait surat yang dimohonkan itu, melalui Mardame, pihak BPN Langkat selalu menyodorkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 128 Tahun 2015 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tanpa bisa menjelaskan secara spesifik pasal dari PP itu yang berkaitan dengan permohonan mereka.
Kata Mardame, rumus penghitungan PNBP untuk pengukuran, bisa dilihat pada PP 128 Tahun 2015 pada Pasal 4 butir a, yakni Luas lahan : 500 x nilai HSBKu Langkat senilai 50.000 + 100.000. “Kan dah jelas di PP itu rumusnya,” kata dia.
“Kalau masalah Surat Keterangan areal di luar/di dalam kawasan HGU yang diajukan merujuk kepada pasal berapa, saya gak tau dan itu bukan wewenang saya untuk menjelaskannya. Langsung aja tanya kepada kepala kantor,” lanjut Mardame
Namun, pernyataan Mardame itu tidak sesuai dengan luas lahan yang akan diajukan beberapa poktan, yakni diatas 10 hektar. Dimana, pada pasal 4 butir a yang disampaikannya itu rumus PNBP untuk pengukuran dan penentuan batas lahan dengan luas dibawah 10 hektar.
Hal itu justru merugikan pihak petani, karena dengan penghitungan yang disampaikan Mardame, menyebabkan pembengkakan biaya PNBP yang dibebankan kepada para poktan yang sedang mengusulkan permohonan PSR ke Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) di Jakarta.
Kepada Mardame, Ketua Poktan Mulia Jaya Kecamatan Bahorok Pardianto Ginting menanyakan keterkaitan permohonan surat keterangan yang diajukan, dangan PP 128 Tahun 2015 itu, Mardame tidak bisa menjelaskannya. “Kami hanya minta surat keterangan, bukan mau ngukur lahan,” tegas Anto.
Seharusnya, kata Sekretaris Poktan Gaharu Indah Agus Sucipto, kalaupun diwajibkan membayar PNBP atas permohonan surat keterangan yang mereka ajukan, rumus penghitungannya merujuk pada PP 128 Tahun 2015 Pasal 4 butir b, yakni Luas lahan : 4.000 x nilai HSBKu Langkat senilai 50.000 + 14.000.000.
“Kalaupun ada kewajiban membayar, dengan rumus yang merujuk pada Pasal 4 butir b itu, penyusutan biayanya berselisih jauh dengan yang dihitung tadi. Begitupun, saat ditanya keterkaitan PP 128 Tahun 2015 dengan surat keterangan yang kami ajukan, pihak BPN Langkat diam seribu bahasa,” ketus Agus.
Sementara, Ketua Poktan Sri Handayani Kecamatan Bahorok Jul Ginting merasa sangat kecewa dengan biaya PNBP yang dibebankan BPN Langkat kepada poktan. Karena mereka hanya mengajukan surat keterangan di luar/di dalam HGU, bukan pengukuran atau pemetaan batas seperti yang tertuang dalam PP 128 Tahun 2015 tersebut.
“Kalau seperti itu caranya, biasa mati petani ini. Mau kemana kami cari uang sebanyak itu. Kalau biaya PNBP itu memang diwajibkan, gak sangguplah aku ngikuti ptogram PSR yang dah diluncurkan Presiden Jokowi ini. Judulnya membantu, tapi kok malah membebani petani,” pungkas Jul Ginting. (AVID)