Medan (pewarta.co) –
Keberadaan sekolah Perguruan Al-Ittihadiyah dengan luas tanah 3500 M2 yang beralamat di Jalan Gedung Arca No. 55 Medan Teladan, telah berubah status dari yayasan menjadi kepemilikan Suriyani Lumbangaol.
Sekolah dengan jumlah ruang kelas banyak itu, awalnya mendapat izin untuk mendirikan Univ Al-Ihtihadiyah dan sekolah Islam berupa TK, SD, SMP, SMA dan Tsanawiyah.
Terkuaknya masalah status kepemilikan sekolah ini, disebabkan telah berdirinya gedung-gedung dengan ukuran 2×3 yang kabarnya ingin dijadikan ruang belajar dan ruang latihan siswa.
Apalagi mana ada ruang kelas serta ruang latihan siswa dengan ukuran 2×3. Padahal perguruan Al-Ittidahiyah Teladan telah berdiri gedung berlantai dua dengan jumlah ruang kelas banyak.
Dan saat dicermati, bangunan dengan luas ukuran seperti yang dimaksud di atas itu adalah, berupa kios yang akan dijadikan kepala sekolah, Suriayani Lumbangaol untuk disewa-sewakan dengan biaya pertahun berpariasi antara Rp7 juta sampai 15 juta, walaupun di belakang gedung dengan ukuran 2×3 tersebut berdiri sekolah Al-Ittidahiyah antara lain, TK, SD, SMP, SMA.
Untuk itulah pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Al-Ittidahiyah Sumatera Utara melalui tim aset memprotes keras apa yang dilakukan oleh Suriayani Lumbangaol.
Lalu pengurus perguruan Al-Ittidahiyah membentuk Tim Aset Perguruan Al-Ittidahiyah yang diantara lain, Drs H Sempurna Silalahi (DPD) Al-Ittidahiyah, Hj Yusnidar Harahap (Penasehat Al-Ittidahiyah), Suripno SH (Ketua Bid Hukum Ilttidahiyah), Setia Budi Siregar dan Ir Zulkifli (Pengurus) bekerja sama dengan masyarakat yang dibantu Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Medan yang dipimpin langsung Sekretarii Zulhamri Daeng meminta kepada Camat Medan Kota, Kepolisian dan Satpol PP serta Diknas kota Medan agar meninjau ulang pembangunan ruang kelas tersebut.
“Kami ingin pembangunan gedung-gedung itu dikaji ulang oleh pihak terkait. Sebab tak ada ukuran 2×3 dijadikan ruang belajar dan latihan bagi siswa,” kata ketua tim lima, Setia Budi Siregat saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Medan, Kamis (8/11/2018).
Apalagi keberadaan Suriyani Lumbangaol yang saat ini menjabat sebagai Kepala Sekolah, awalnya pada tahun 90-an hanyalah sebagai guru pembantu yang bersuamikan almarhum Mohammad Thamrin Hasibuan sebagai penjaga sekolah di Perguruan Al-Itihadiyah Teladan tersebut.
“Memang pada tahun 90-an lalu, terjadi kisruh disekolah tersebut antara pengurus. Maka dengan kejadian inilah Suriayani Lumbangaol mengambil alih sekolah itu dan langsung menjabat sebagai kepala sekolah hingga sekarang,” ucap Setia Budi serius.
Sementara Hj Yusnidar Harahap mengatakan, Suriayni telah melupakan sejarah awalnya dia bisa ada disekolah tersebut. Tapi saat ini dia malah menguasai sekolah itu dengan surat-surat yang dia buat sendiri bahkan tanpa pemberitahuan kepada pihak pengurus membangun gedung-gedung seperti kios didalam wilayah sekolah Al-Ittidahiyah Teladan tersebut.
“Yang paling menyedihkan lagi, saat saya berkunjung kesekolah tersebut, Suriyani meminta saya agar masuk dari halaman samping sekolah alias tidak boleh dari pintu depan. Ini jelas penghinaan bagi saya sebagai salah satu pendiri Al-Itridahiyah. Apalagi berdirinya sekolah Al-Ittidahiyah sejak tahun 1960-an itu milik umat dan bukan milik pribadi, sehingga jangan digunakan untuk yang lain,” kata Hj Yusnidar serius.
Untuk itulah ia meminta kepada Suriayani Lumbangaol agar bersikap dewasa dalam masalah ini. Artinya Suriayani segeralah menemui para dewan pengurus Al-Ittidahiyah untuk minta maaf agar tidak ada lagi kisruh.
“Kalau Suriyani Lumbangaol menemui kita, sudah pastilah kita memaafkannya. Sekali lagi kami menghimbau Suriyani agar mengembalikan aset Perguruan Al-Ittidahiyah kepada yang berhak, sehingga kita urungkan niat untuk melapor kepihak berwajib,” ucap Yusnidar Serius mengakhiri. (Dimitri/red)